TABANAN, BALIPOST.com – Satu kontainer atau 18 ton kopi robusta Pupuan akan diekspor Ventura Coffee atau Fortanium. Untuk memenuhi ini, akan digandeng petani yang siap terutama yang sudah menerapkan petik merah.
Kepala Bidang Perkebunan, Dewa Budidana Susila, Minggu (28/10) mengatakan kepastian eskpor ini sudah ditegaskan Ventura Coffee
(Fortunium). Perusahaan itu telah setuju membeli kopi Robusta dari Pupuan untuk tujuan ekspor. “Hal ini sudah dikoordinasikan. Dimana nanti kopi akan diambil dari petani yang masuk dalam Masyarakat Peduli Indikasi Geografis
(MPIG) dan dikoordinasi oleh satu orang yaitu Ketua MPIG,” ujar Dewa
Budi.
Persyaratan kopi yang diminta Ventura Coffee adalah kopi petik merah. Jadi untuk memenuhi ini petani sudah harus melakukan panen petik merah. Dewa Budi mengatakan, petani di Pupuan seharusnya siap dengan permintaan ekspor ini.
Sebab, pembentukan MPIG pada 2018 ini memang ditujukan untuk hal tersebut. “Kenapa tahun ini kita bentuk MPIG yang anggotanya adalah 30 subak abiak di Pupuan? Karena tujuannya untuk memenuhi permintaan ekspor. Dengan MPIG artinya pemeliharaan sampai panen kopi itu sesuai dengan SOP yang diminta ekspor,” jelas Dewa Budi.
Karenanya, dalam pemenuhan permintaan ekspor tahun ini, akan diutamakan dulu untuk petani yang benar-benar siap. Diharapkan untuk permintaan ekspor di 2019 nanti, semua petani di subak abian Yang masuk dalam MPIG mampu memenuhi kuota ekspor yang diminta.
Lanjut Dewa Budi, untuk pemenuhan ekspor memang tidak mendapatkan
pembayaran langsung tunai. Tetapi DP dulu sebesar 10 persen.
Pembayaran penuh akan diberikan jika kopi yang diminta terpenuhi dan sesuai syarat yang diminta. Menurut Dewa Budi, Petani biasa mendapatkan uang tunai saat menjual kopinya. Karenanya belum terbiasa dengan pembayaran sistem DP sehingga ada yang memilih untuk menjual kopinya ke pengepul.
Padahal dengan memenuhi kuota ekspor, harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan harga pasaran.
Salah satu petani kopi di Desa Belatungan, Pupuan, I Ketut Ringin mengaku belum bisa ikut memenuhi kouta karena panen kopi di Desa Belatungan tidak sebaik biasanya. “Cuaca kurang bagus sehingga buah kopi rontok sebelum waktu panen,” ujarnya.
Saat ini ia hanya bisa panen 700 kilogram untuk lahan seluas 80 are dari yang biasanya bisa mencapai satu ton jika cuaca bagus. Ia juga belum menerapkan panen petik merah secara maksimal dan masih menjual kopinya secara campuran ke pengepul. “Petik merah baru bisa diterapkan 10 persen. Sebab,
tahun sebelumnya harga petik merah sama campuran tidak beda jauh. Saat
ini harga kopi untuk campuran Rp 22.000 per kilogram,” ujar Ringin.
Dengan menjadi anggota MPIG di 2018 ini, Ringin berharap bisa menerapkan petik merah lebih besar di panen tahun depan. Ia juga berharap harga kopi petik merah nantinya bisa lebih bersaing.
Hal berbeda dipaparkan Ketua Bumdes Pajahan, Made Marsudi Cahyadi.
Menurutnya panen kopi di Desa Pajahan, Pupuan justru sangat bagus.
Satu hektar lahan menghasilkan 2 ton kopi. Hal ini dikarenakan cuaca di Desa
Pajahan mendukung. ‘”Cuaca di Pupuan ini tidak sama. Ada yang bagus
ada yang tidak. Jadi hasil panen kopinya juga begitu,” ujarnya. (Wira Sanjiwani/balipost)