JAKARTA, BALIPOST.com – Maraknya berita bohong atau hoaks di media sosial bukanlah hal yang baru. Tidak saja di Indonesia tapi juga di dunia.
Media sosial tidak saja dimanfaatkan sebagai ajang jejaring pertemanan tapi juga menjadi ajang hujat menghujat. Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), telah merencanakan untuk membuat peraturan menteri baru yang mencantumkan pemberian penalti pada platform tertentu yang sengaja membiarkan konten hoaks.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengatakan sedang dalam proses revisi PP Nomor 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Setelah revisi selesai, penerapan sanksi akan diatur lewat turunannya yakni Peraturan Menteri. “Kita koordinasi juga dengan Kementerian Keuangan karena denda yang diterapkan nanti jadi bagian Penerimaan Negara Bukan Pajak,” jelasnya.
Rudiantara berharap akhir tahun ini revisi PP sudah selesai sehingga tahun depan penerapan sanksi berupa mekanisme denda bisa diaplikasikan. Menurut Rudiantara, pengenaan penalti bertujuan sebagai edukasi kepada platform media sosial agar ikut bertanggung jawab terhadap konten-kontennya.
Dalam wacana penjatuhan sanksi ini, Rudiantara merujuk pada Jerman dan Malaysia yang sudah memiliki UU terkait sanksi. “Di Jerman kalau tidak salah kena tujuh miliar per hoaks. Malaysia juga punya UU penalti,” ungkapnya.
Sementara itu, penindakan bagi akun-akun yang menyebarkan hoaks dan fake news Rudiantara mengatakan tak perlu menunggu revisi PP 82/2012 rampung. Akun-akun medsos penyebar hoaks sudah bisa dikenai proses pidana oleh penegak hukum. (kmb/balitv)