SEMARAPURA, BALIPOST.com – Temuan BPK terkait penerimaan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) Pemkab Klungkung tahun 2017, belum disikapi serius para pengemplang pajak itu. Dari 60 persen hotel dan restoran pengemplang pajak, rupanya baru enam pengusaha yang bersedia meneken surat pernyataan untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak. Sisanya masih belum jelas, seperti apa sikapnya setelah pemerintah daerah melakukan tindaklanjut temuan tersebut.
Menurut Kabid Penagihan, Keberatan, Penelitian dan Pelaporan, BPKPD Klungkung, Cokorda Raka Sudarsana, Rabu (31/10), mengatakan proses tindaklanjut dari temuan tersebut sedang terus berjalan. Sejauh ini, diakui respons pemilik hotel dan restoran untuk memenuhi kewajibannya masih sangat minim. Sehingga, pihaknya jemput bola menyasar langsung satu per satu.
“Permasalahan pajak ini beragam. Salah satunya, laporannya detailnya direkayasa, misalnya ada sewa kamar tiga, dilaporkan dua. Ada lima sampai enam hotel dan restoran yang sudah kami datangi, khususnya yang sudah lama tidak bayar pajak,” katanya.
Hotel dan restoran tersebut juga menyatakan siap menandatangani surat pernyataan untuk membayarkan sisa kewajibannya.
Saat ini, realisasi PHR hingga September 2018, khususnya untuk hotel sudah terealisasi sebanyak Rp 10.447.771.826. Sementara untuk restoran sebanyak Rp 8.755.533.104. Jumlah realisasi ini sudah mendekati target masing-masing untuk hotel dan restoran, sebesar Rp 11 miliar. Berkaca dari capaian tahun lalu, pihaknya tetap mengaku optimis realisasinya hingga akhir tahun, akan mampu memcapai target. Pada tahun 2017 Pemkab Klungkung berhasil merealisasikan penagihan pajak hotel Rp 10.328.352.583 dari target Rp 9.800.000.000.
Sedangkan pajak restoran realisasinya Rp 10.329.979.595. dari target Rp 10.500.000.000. “Sisa waktu kita lagi dua bulan, semoga sisa pendapatannya bisa terkejar. Kami tetap optimis, bisa mencapai target,” kata Raka Sudarsana.
Sekretaris PHRI Klungkung, Wayan Sukadana, dikonfirmasi Rabu (31/10), menyampaikan pada dasarnya, setiap akomodasi pariwisata berkomitmen membayar pajak. Tetapi realita di lapangan pemahaman pengelola pariwisata soal kewajiban membayar pajak berbeda-beda. Baik tentang birokrasi, maupun terkait teknis pelaporannya. Inilah yang perlu sosialisasi lebih lanjut. Sebab, dia yakin anggota PHRI tentu komitmen mengikuti aturan yang berlaku.
Sebelumnya, BPK mencurigai, wajib pajak (pemilik hotel dan restoran) merekayasa laporan penjualan mereka. Sehingga BPK pun merekomendasikan agar Pemkab Klungkung mengaudit laporan penjualan dari sejumlah hotel dan restoran khususnya di Nusa Penida.
Data tahun 2017 BPKPD Klungkung, menunjukkan jumlah hotel sebagai wajib pajak sebanyak 246 hotel dan restoran sebanyak 153 restoran. Dari total 399 hotel dan restoran, sebanyak 60 persen (239) hotel kelas melati dan restoran, laporan penjualannya dicurigai direkayasa. Situasi demikian jelas jelas amat merugikan Pemkab Klungkung. Sebab, seharusnya dari total pendapatan, 10 persennya harus dibayarkan ke Pemkab sebagai PHR.
Pihaknya berharap, temuan BPK ini bisa menjadi perhatian bersama. Pengusaha hotel dan restoran, ke depan bisa berlaku jujur dan lebih taat bayar pajak. Pemerintah daerah juga menjadikannya sebagai bahan evaluasi secara menyeluruh untuk memaksimalkan sektor PHR untuk mendongkrak PAD Klungkung. (bagiarta/balipost)