BANGLI, BALIPOST.com – Besaran upah minimum kabupaten (UMK) Bangli tahun 2019 mendatang dirancang mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil rapat yang telah digelar Dinas Koperasi, UMKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bangli bersama Dewan Pengupahan Bangli Kamis (1/11), kenaikan UMK Bangli tahun depan disepakati sebesar Rp 170 ribu lebih.
Kepala Seksi Hubungan Industrial Diskop UMKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bangli Cok Gede Agung Panji mengatakan, saat ini besaran UMK di Kabupaten Bangli Rp 2.128.253. Sesuai hasil rapat yang dilaksanakannya bersama Dewan Pengupahan, disepakati UMK tahun 2019 mendatang naik Rp 170.899, menjadi Rp 2.299.152. “Kenaikannya dirancang sekitar 8 persen,” terangnya.
Dijelaskan Cok Panji, penentuan besaran UMK dilakukan dengan mengacu PP No 78 Tahun 2015. Dengan formula penghitungan yakni nilai inflasi ditambah nilai pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) secara nasional yang kemudian dikalikan dengan UMK berjalan.
Sesuai data yang bersumber dari BPS, inflasi nasional saat ini sebesar 2,88 persen sementara pertumbuhan PDB sebesar 5,15 persen. Dikatakan Cok Panji, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, penentuan UMK saat ini tidak lagi menggunakan hasil survey kebutuhan hidup layak karena dianggap sudah tidak akurat. “Jadi survey kebutuhan hidup layak itu sudah tidak terpakai lagi. Yang jadi perhitungan adalah inflasi dan pertumbuhan PDB yang datanya dari data BPS,” jelasnya.
Lanjut dikatakannya, setelah kenaikan UMK disepakati, tahap selanjutnya yang akan dilakukan pihaknya adalah membuatkan surat rekomendasi usulan penetapan UMK 2019 untuk kemudian ditandatangani bupati. Selanjutnya, diusulkan ke Gubernur untuk dibuatkan SK penetapan. “Setelah itu baru dilakukan sosialisasi ke pengusaha-pengusaha,” kata Cok Panji.
Sementara itu, disinggung mengenai penerapan UMK di Bangli selama ini, diakui Cok Panji, belum sepenuhnya diterapkan oleh pihak perusahaan. Sesuai data yang dimilikinya, dari 350 perusahaan formal yang ada di Kabupaten Bangli, hanya 127 diantaranya yang saat ini sudah membayar upah kepada pekerjanya sesuai UMK. Sementara sisanya masih melakukan penyesuaian.
Masih adanya perusahaan yang belum menerapkan standar UMK, diungkapkannya, dikarenakan beberapa dari mereka mempekerjakan karyawannya kurang dari 8 jam per hari. Meski ada beberapa sanksi yang sejatinya bisa dijatuhkan kepada pihak pengusaha yang tidak membayar gaji pekerjannya sesuai UMK, seperti sanksi administrasi dan pemberhentian sebagaian produksi, namun pihaknya tidak melakukannya karena memahami pihak pengusaha dan pekerja. “Selama tidak ada keluhan, ya kami anggap tidak ada masalah,” imbuhnya. Kendati demikian pihaknya tetap berharap seluruh perusahaan nantinya bisa menerapkan ketentuan standar pemberian upah yang telah ditetapkan. (Dayu Swasrina/balipost)