Pendidikan di negeri ini masih berkutat pada sistem perekrutan. Terakhir memadukan antara NEM dengan zonasi. Sebelumnya ada sistem tes, utamanya SMP dan SMA favorit.
Tahun depan belum jelas seperti apa sistem yang diterapkan pemerintah. Karena berkutat pada sistem, maka mutu pendidikan masih menjadi nomor dua. Apalagi kurikulum setiap saat berganti. Istilahnya, ganti menteri ganti kurikulum.
Pendidikan di negeri ini sepertinya tidak punya blue print. Tidak ada batasan-batasan, terutama soal biaya pendidikan sehingga banyak kalangan menjerit karenanya. Kini masyarakat mulai skeptis dengan jargon pendidikan gratis. Sudah tidak mempan lagi.
Karena secara objektif, hal itu tak pernah ada. Karena itulah masyarakat sudah semakin sadar bahwa untuk pendidikan yang baik serta bermutu sangat berbanding lurus dengan berapa besar uang yang harus dikeluarkan.
Jadi, pendidikan ini bukan semata-mata soal penerimaan siswa baru, UN, NEM ataukan NUN, tetapi bagaimana sikap pemerintah dalam komitmennya membangun sebuah sistem pendidikan nasional yang baik. Sudah terlalu lama kita belum menemukan pola yang pas agar anak-anak bangsa ini bisa mengenyam pendidikan secara layak. Tidak usah gratis, tetapi biaya yang dikeluarkan itu haruslah masuk akal dan terjangkau.
Perlu juga diingatkan, bahwa anggaran pendidikan yang minimal 20 persen itu jangan hanya diambil oleh keperluan-keperluan rutin. Harus ada dana di luar itu untuk kepentingan lain. Gaji guru misalnya. Kalau tidak demikian, maka permasalahan pendidikan di negeri ini tidak akan selesai-selesai.
Dalam konteks pendidikan, PPDB ini hanya sebuah masalah kecil dalam sebuah sistem pendidikan nasional yang formatnya sampai saat ini belum ketemu-ketemu juga. Terkait dengan besarnya dana sektor pendidikan, ada banyak hal yang bisa dipertanyakan untuk menguji efektivitas penggunaannya.
Dengan anggaran besar, sudahkah pendidikan yang berkualitas terwujud? Dengan anggaran besar untuk sertifikasi, adakah korelasinya dengan peningkatan mutu pengajaran yang ditandai dengan kualitas lulusan?
Deretan pertanyaan ini tentu akan terjawab jika publik memiliki pengakuan bahwa pendidikan di negeri ini membanggakan. Tetapi faktanya, publik masih meragukan. Pemerintah harus memiliki tolok ukur yang jelas bagi guru-guru yang tersertifikasi.
Jangan semata mengukur dari jumlah jam mereka mengajar, juga dari kecakapan profesi dan etos kerjanya dalam membangun dunia pendidikan. Cobalah evaluasi sampai saat ini, apakah dunia pendidikan ini sudah lebih berkualitas dengan banyaknya guru yang sudah bersertifikasi. Pemerintah harus mengingatkan guru, bahwa sertifikasi atau PLPG bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi ada tanggung jawab moral yang menyertainya.
Selain peningkatan mutu, pemerataan pendidikan juga penting dijawantahkan. Yang pertama harus dilakukan adalah pemerataan fasilitas pendidikan. Jika fasilitas pendidikan di tiap daerah telah merata, sistem zonasi akan mudah dilakukan.
Saat ini kondisi fasilitas pendidikan yang ada di daerah satu dengan lainnya sangat timpang. Termasuk sarana transportasinya, komunikasi seperti jaringan internet yang belum memadai.
Berbibacara fasilitas, sistem anggaran maupun kemampuan anggaran tiap daerah berbeda-beda. Pemerataan mutu pendidikan akan cepat tercapai jika fasilitas pendidikan telah merata. Dibarengi pemerataan tenaga guru maupun penerapan sistem zonasi dalam PPDB.
Tantangan lain dunia pendidikan saat ini, selain terkait dana adalah adanya stigma bahwa dunia pendidikan kini juga menjadi kekuatan politis. Banyaknya guru dan aparatur yang terkait dengan dunia pendidikan membuat mereka jadi sasaran strategis untuk menjadi penggerak dukungan politik.
Itulah makanya seringkali birokrat dan politisi sangat jarang melakukan koreksi terhadap etos kerja guru dalam membangun kualitas pendidikan. Walaupun ada banyak komponen yang memengaruhi mutu pendidikan, namun guru yang berkualitas dan memahami hakikat pendidikan tetap menjadi faktor utama penentu keberhasilan pendidikan. Untuk itu, haruslah ada tolok ukur yang jelas dalam menilai etos kerja guru dalam mengelola pendidikan nasional.