DENPASAR, BALIPOST.com – Tiga stakeholder pariwisata di Bali yakni ASITA, HPI, dan Pawiba menandatangani surat keputusan bersama di Kantor Bali Tourism Board, Selasa (6/11). Penandatanganan juga disaksikan pejabat dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Sebagai garda terdepan, ketiganya sepakat untuk berbenah sesuai ketentuan yang berlaku. Utamanya setelah praktek-praktek bisnis tidak sehat terbongkar pada market atau pasar Tiongkok. “ASITA, Pawiba, dan HPI memang dalam dunia kepariwisataan, kami ada di depan. ASITA yang mendatangkan turis itu, kemudian HPI yang mendampingi turis itu selama mereka berada di destinasi, dan Pawiba yang mengangkut wisatawan itu selama mereka berada di Bali,” ujar Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Bali, Ketut Ardana.
Oleh karena itu, lanjut Ardana, ketiga asosiasi ini bersepakat untuk memperbaiki kondisi kepariwisataan di Bali. Khususnya setelah pariwisata Bali dijual murah dengan adanya praktek bisnis mafia yang tidak sehat di pasar Tiongkok.
Secara khusus, pihaknya mengajak anggota ASITA untuk mendukung gerakan ini supaya mereka berbisnis dengan sehat. “Saya yakin Pawiba dan HPI juga seperti itu, sehingga pada hari ini kita menandatangani kesepakatan itu karena kita ingin di lapangan nanti memonitor bersama-sama. Kita sepakat memperbaiki yang kita anggap akan merusak citra pariwisata Bali,” jelasnya.
Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, I Nyoman Nuarta mengatakan pasar Tiongkok belakangan mengalami degradasi akibat ulah beberapa artshop (toko jaringan Tiongkok, red). Pihaknya mengapresiasi pernyataan gubernur Bali yang akan menutup toko jaringan tiongkok legal dan ilegal dengan praktek bisnis tidak sehat.
Namun, fakta di lapangan justru belum berbanding lurus dengan pernyataan gubernur itu. Bahkan, masih ada toko jaringan Tiongkok yang buka.
Bahkan menerapkan skema yang berbeda pada saat mengantarkan wisatawan kesana.
“Ini ada apa? Oleh karena itulah kami bertiga mencoba menjadi leading, menyampaikan nanti kepada gubernur atau wagub, intinya ada persoalan law enforcement yang belum berjalan efektif,” paparnya.
Menurut Nuarta, ada 4 hal yang menjadi kesepakatan bersama tiga stakeholder pariwisata. Salah satunya, masing-masing asosiasi akan menyiapkan lima personil untuk melakukan monitoring ke lapangan. Apabila ada bukti-bukti yang ditemukan mengarah pada persoalan hukum, akan diserahkan kepada aparat terkait.
“Itu substansi yang menjadi akar persoalan disini, sehingga nantinya gerakan kita gerakan bersama-sama. Masing-masing asosiasi juga akan memberikan sanksi manakala anggotanya melanggar keputusan yang sudah kita sepakati,” jelasnya.
Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali (Pawiba), Nyoman Sudiartha mengatakan, ketiga stakeholder sepakat untuk menjaga kepariwisataan Bali menjadi lebih baik dan berkelanjutan. Selain melakukan monitoring dan pengawasan bersama-sama, masing-masing asosiasi juga berhak mengusulkan kepada pemerintah untuk mencabut ijin usaha atau ijin profesi anggota yang masih melakukan pelanggaran meskipun sudah diberikan sanksi. Jika dalam proses monitoring itu ditemukan pihak-pihak yang melakukan usaha namun tidak memiliki ijin maka akan dikumpulkan bukti-buktinya dan akan dilaporkan kepada pihak terkait agar dapat segera diproses secara hukum.
“Kami mendukung rekomendasi pemerintah untuk menertibkan pasar Tiongkok. Kami dari Pawiba sebagai salah satu suplayer berupa angkutan pariwisata sangat mendukung kesepakatan ini guna meningkatkan kualitas pariwisata market Tiongkok,” jelasnya.
Diwawancara terpisah, Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan instruksi gubernur untuk menutup toko jaringan Tiongkok sedang dibahas oleh tim. Pihaknya masih mendata perijinan dan kelengkapannya. “Prinsipnya itu harus ditutup yang tidak berijin maupun berijin yang prakteknya nggak sehat, tutup juga. Secepatnya, lagi dikaji secara hukum supaya jangan digugat saya,” ujarnya. (kmb32)