DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana menjadikan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai sebagai taman mangrove mesti mengutamakan pelestarian dan pendidikan. Di samping untuk mensejahterakan masyarakat di sekitarnya lewat pengembangan pariwisata.
Itupun dengan catatan tidak merusak dan harus sesuai dengan peruntukan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali. “Itu kan bisa dijadikan pariwisata alam. Ada banyak model, ada trekking, pengenalan flora fauna dan biota laut, dan juga kan untuk pendidikan. Artinya, pemanfaatan Tahura untuk pariwisata tidak mesti dengan membangun akomodasi yang merusak alam dan hutan mangrove,” ujar Sekretaris Komisi III DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana dikonfirmasi, Rabu (7/11).
Menurut Kariyasa, perlu ada pengaturan yang jelas agar blok pemanfaatan di Tahura Ngurah Rai tidak dieksploitasi secara berlebihan. Misalnya untuk membangun akomodasi yang merusak hutan, sehingga malah merugikan dari segi lingkungan.
Bahkan merusak bagi pariwisata itu sendiri karena yang dicari dari Tahura tentu suasana “kembali ke alam”. “Apapun bentuknya itu agar untuk pelestarian dan pendidikan. Kalau peruntukannya seperti itu, kita sangat setuju sekali. Kita lihat di beberapa negara, pemanfaatan hutan sangat bagus sekali. Seperti di Vietnam, bagaimana menyusuri sungai di hutan,” jelas Politisi PDIP asal Busungbiu, Buleleng ini.
Kariyasa menambahkan, pengelolaan Tahura bisa saja dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Namun dengan syarat pemerintah harus sudah mengatur rambu-rambunya. Mana saja yang bisa dimanfaatkan, mana yang tidak. “Kalau pengelolaan diserahkan begitu saja kepada pihak ketiga, kemudian nanti dibuat sarana akomodasi perhotelan atau reklamasi kan malah akan merusak. Biar jangan nanti dipakai kedok untuk bagaimana mencaplok hutan dijadikan akomodasi, bukan pelestarian dan pendidikan itu,” tandasnya.
Pemprov Bali kini tengah merencanakan penataan Tahura Ngurah Rai secara holistik. Kawasan seluas 1.373,5 Ha itu akan dijadikan sebagai taman mangrove. “Jadi begini, sekarang mangrovenya itu kan sudah rusak, yang gundul sudah banyak, sudah gitu dikotorin, nggak rapi, kemudian yang nyerobot juga banyak. Karena itu ada pemikiran mangrove itu akan dikelola, dijadikan taman mangrove,” ujar Gubernur Bali, Wayan Koster saat dikonfirmasi usai mengikuti Rapat Paripurna di DPRD Bali, Selasa (6/11).
Menurut Koster, rencana ini masih belum final. Tapi akan segera diproses, karena tujuan utamanya adalah untuk menjaga mangrove tetap lestari, sehat, dan bisa diberdayakan.
Mantan anggota DPR RI ini menegaskan, tidak ada pelibatan pihak swasta dalam rencana pengelolaan tersebut. “Pemerintah sepenuhnya. Tidak ada urusan sama swasta (tapi) akan dikelola oleh unit pelaksananya Pemprov. Segera akan direalisasikan tahapannya, kan perlu konsep taman. Kami akan kerjasama dengan LIPI, Kementerian Kehutanan dan berbagai pihak supaya desain taman ini bagus,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, Luh Ayu Aryani mengatakan, Tahura Ngurah Rai akan ditata tanpa merubah kelestariannya sebagai kawasan konservasi mangrove. Saat ini, pengelolanya memang Kepala UPT yang dikoordinasikan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi.
Namun untuk penataannya nanti, secara aturan ada skema kerjasama dan ijin-ijin yang dikeluarkan pemerintah pusat. Mengingat, kawasan konservasi menjadi kewenangan Ditjen Balai Konservasi Sumber Daya Alam, KLHK. “Ya….(kerjasama dengan) pihak ketiga, karena kita selaku pengelola artinya mengkoordinasikan. Kalau UPT-nya memang sebagai pengelola di-SK-kan, tetapi dari pendanaan dan segala macam kan tidak mungkin kalau kita mengembangkan secara konvensional,” jelasnya. (Rindra Devita/balipost)