DENPASAR, BALIPOST.com – Penyakit kanker serviks yang menjadi momok bagi wanita sebenarnya dapat dicegah, yaitu dengan melakukan IVA. IVA adalah pemeriksaaan vagina perempuan dengan menggunakan asam asetat. Hasilnya akan langsung terlihat.
Jika ditemukan pada stadium awal, dengan operasi bisa sembuh. Tapi yang terjadi adalah pasien kerap datang pada stadium lanjut sehingga pengobatan yang diberikan hanya bersifat supportif.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi RSUP Sanglah, dr. Made Bagus Dwi Aryana, Sp.OG (K) mengatakan, tes IVA menggunakan metode see and treat. See (melihat) setelah serviks, kemudian dioleskan dengan menggunakan larutan asam asetat. “Bila ada lesi segera dikrioterapi. Bila lesi luas dirujuk,” katanya.
IVA merupakan alat deteksi dini. Semakin dini diketahui tentu semakin baik kesembuhannya. “Kalau IVA untuk pencegahan. IVA efektif sebagai pencegahan sekunder. Sedangkan pencegahan primernya dengan vaksin,” ujarnya.
Jika hasil dari tes IVA normal, maka dapat dilanjutkan dengan melakukan vaksin. “Kalau semakin awal ketahuan semakin baik kemungkinan sembuhnya,” tegasnya.
Vaksin dapat mencegah terjadinya kanker serviks 80 persen- 90 persen. Namun jika pasien sudah dalam fase kanker, maka pemberian vaksin tidak ada gunanya.
Untuk mencegah terjadinya kanker serviks, ada dua yaitu pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer yaitu menjaga perilaku seksual dengan germas (gerakan masyarakat hidup sehat). Yaitu makan seimbang, olahraga teratur dan pola seks yang sehat.
Jika masuknya virus tidak bisa dicegah, maka daya tahan tubuh harus ditingkatkan. Sehingga pencegahan primer selanjutnya yang bisa dilakukan adalah vaksin. “Pencegahan primer dicegah sebelum wanita terinfeksi virus. Kalo sudah terinfeksi daya tahan tubuh harus ditingkatkan dengan vaksinasi,” jelasnya.
Sementara pencegahan sekunder adalah pencegahan agar tidak memperparah kondisi. “Jika sudah ada infeksi HPV sekarang tinggal deteksi ada kelainan jaringan atau tidak serviks itu,” jelasnya.
Pencegahan sekunder dengan pap smear, IVA dan kriyo. Hanya saja pap smear memerlukan peralatan yang banyak dan waktu untuk pengiriman hasil pap smear untuk membaca hasilnya.
“Diperlukan banyak waktu dan equipment. Sehingga pasien sering hilang apalagi demografi kita tidak mendukung. Alternatif kedua adalah tes IVA,” pungkasnya.
Hasilnya segera diperoleh karena dapat melihat secara langsung kelainan di serviks dan tidak memerlukan tenaga yang ahli asal sudah terlatih. Dengan demikian IVA sangat bagus untuk skrining massal.
Di masing-masing puskesmas sudah ada fasilitas untuk terapi. Bila ditemukan tanda kanker serviks, dilanjutkan dengan kriyo. Jika sudah dinyatakan kanker, maka pencegahan tersier bisa dilakukan untuk mengurangi morbiditas (kesakitan) pasien. (Citta Maya/balipost)