Pengerjaan perumahan bersubsidi di Perancak. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – DPP Real Estate Indonesia (REI) mengajukan kenaikan harga rumah bersubsidi sebesar 7,5 persen dari harga semula Rp 148 juta. Namun, kenaikan harga diperkirakan tidak akan sesuai dengan pengajuan REI.

Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura mengatakan, tahun depan ia belum bisa menentukan target pembangunan rumah bersubsidi di Bali. Karena ia masih menunggu perjuangan DPP untuk mengajukan kenaikan harga di tahun 2019.

Saat ini harga rumah bersubsidi Rp 148 juta, ia berharap harga rumah bersubsidi bisa naik 7,5 persen atau sekitar 10 juta, menjadi Rp 158 juta. “Mungkin tidak sesuai dengan apa yang kami inginkan karena memang banyak pertimbangan, salah satunya dari Menkeu. Tapi yang pasti naik 5 persen,” katanya, Minggu (11/11).

Baca juga:  Pertama di 2022, Tambahan Korban Jiwa COVID-19 Dilaporkan Bali

Bahkan ia berharap kenaikan harga rumah bersubsidi bisa mengikuti wilayah Papua dengan harga Rp 195 juta. “Karena mungkin juga terbentur UMR, jadi belum belum bisa di angka Rp 195 juta,” imbuhnya.

Permintaan rumah bersubsidi atau FLPP cukup padat. Hal ini membuat pihak perbankan kewalahan dalam memberikan pembiayaan.

Dalam membangun rumah bersubsidi ini, dukungan perbankan juga sangat besar. Ia berharap, perbankan lain bisa membantu dalam pembiayaan rumah murah ini. “Karena saat ini hanya beberapa (bank) saja yang masih support kita. Kami berharap ada bank lain yang mensupport karena memang terjadi traffic,” ungkapnya.

Sebelum adanya rumah non subsidi, trafficnya hanya 10 berkas. Namun sekarang dengan adanya rumah bersubsidi, permintaannya bisa mencapai 2–3 kali lipat dari berkas sebelumnya. “Jadi perbandingannya itu bisa 1:3 dulu, sebelum kita melakukan perumahan subsidi. Itu mempengaruhi perbankan dalam kecepatan. Ketika harga Rp 500 juta itu cukup satu berkas, tapi karena harga sekarang Rp 148 juta, berarti kan ada 3 berkas,” bebernya.

Baca juga:  Kenaikan Tiket DTW di Bangli Mulai Berlaku, Asita Bali Kecewa Tak Ada Sosialisasi

Sehingga secara tidak langsung juga mempengaruhi kecepatan pemenuhan. Namun diakui pihaknya terus berkoordinasi dengan perbankan, dan bank dikatakan selalu menemukan inovasi–inovasi baru untuk mempersingkat proses KPR itu.

Selain itu, kendala yang dihadapi REI dalam pemenuhan rumah bersubsidi adalah lokasi wilayah. Karena keinginan masyarakat itu tinggal di kabupaten tempat mereka berdomisili. “Sayangnya kami dari DPD REI Bali hanya bisa menggencarkan di tiga kabupaten,” ujarnya.

Baca juga:  Jelang Galungan, Harga-harga Sembako Mulai Merangkak Naik

Kendala lainnya adalah harga lahan yang relatif tinggi. Meski demikian, dari tahun ke tahun terutama daerah Kabupaten Buleleng permintaan cukup tinggi yaitu 1.500 unit. Di Kabupaten Karangasem, permintaan juga cukup bagus. Namun sempat terhenti dengan adanya erupsi Gunung Agung.

Beberapa anggota REI melakukan pengembangan di Tabanan. Hasilnya, cepat laku namun unitnya terbatas. Dari target 3.500 rumah bersubsidi yang dibangun pada 2018, sampai saat ini REI sudah memenuhi 2.000 unit.

Ia memprediksi sampai akhir tahun tidak bisa mencapai target. Karena awalnya di Kabupaten Karangasem yang bisa mendukung pemenuhan rumah bersubsidi, nyatanya belum bisa optimal, lantaran erupsi Gunung Agung. Harga pasir juga sempat tinggi sehingga mempengaruhi produksi. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *