Presiden Joko Widodo. (BP/dok)

Revolusi industri 4.0 sudah dicanangkan Presiden Jokowi. Ini wujud dari komitmen Indonesia dalam membangun industri berdaya saing global. Ini ditandai dengan inisiatif penerapan revolusi industri ke-4 sejak April 2018.

Ketika itu Presiden Joko Widodo secara resmi menggulirkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Kebijakan ini memuat strategi seluruh pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan revolusi industri ke-4 di lima sektor industri prioritas yaitu makanan dan minuman, elektronik, otomatif, tekstil, alas kaki, dan kimia.

Melalui peta jalan Making Indonesia 4.0, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan penerapan revolusi industri ke-4 dapat merevitalisasi dan mengakselerasi pertumbuhan sektor industri manufaktur, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mendorong ekspor produk industri, serta membuka 10 juta lapangan kerja baru yang bermuara pada mewujudkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-10 di dunia pada tahun 2030.

Baca juga:  Melindungi Data Pribadi Masyarakat

Revolusi Industri 4.0 tentu bukan semata untuk usaha berskala besar. Semua jenis UMKM juga bisa ikut dalam upaya mempercepat peningkatan ekonomi. Apalagi dalam revolusi industri ke-4 ini juga dicanangkan membuka 10 juta lapangan kerja serta meningkatkan ekspor dalam bidang makanan dan minuman.

UMKM harus ikut mengambil kesempatan ini. Utamanya dalam pemanfaatan media internet untuk promosi maupun sebagai ‘’toko’’ tempat jualan. Apalali Presiden Jokowi juga telah menurunkan tarif pajak UMKM. Tentu ini akan sangat membantu UMKM dalam bersaing di pasar global.

Seperti ditegaskan Presiden Jokowi bahwa tujuan penurunan pajak UMKM adalah untuk meringankan biaya agar pelaku usaha UMKM tumbuh. Pelaku usaha mikro meloncat jadi usaha kecil, usaha kecil naik jadi usaha menengah, dan usaha menengah naik jadi usaha besar. Presiden Jokowi benar karena kebijakannya pro-rakyat kecil. Apalagi sektor UMKM menyumbang hampir 97 persen untuk negara.

Baca juga:  Pelajaran bagi Politisi Indonesia

Pelaku UMKM di Bali patut berbangga karena ketiga subsektor tersebut semuanya ada di Pulau Dewata, sehingga peluang memanfaatkan penurunan tarif tersebut cukup besar. Kita semua seharusnya mendorong pelaku UMKM memanfaatkan momentum tersebut, sehingga insentif pajak itu dapat dialihkan untuk kepentingan pengembangan usaha atau investasi.

Tak hanya UMKM, koperasi mesti memanfaatkan hal tersebut. Tentu profesionalisme menjadi rujukannya. Koperasi mesti berlaku profesional. Tidak lagi bentuknya atas dasar proyek, bantuan atau bentukan pemerintah. Pembentukan koperasi harus berdasarkan kebutuhan anggotanya.

Masih sering kita dengar banyak koperasi yang terpaksa ditutup oleh pemerintah karena tidak menjalankan usahanya secara profesional. Ke depan tentu ini tak boleh lagi terjadi. Apalagi, koperasi ini sangat jelas segmen pasarnya, yakni para anggotanya.

Baca juga:  Perluas Pembiayaan Perbankan, BRI Kerja Sama dengan Castrol Indonesia

Namun di sisi lain, kita harus memaklumi dan memahami masih perlunya campur tangan pemerintah dalam urusan koperasi dan UMKM ini. Terbukti masih ada kementerian yang khusus membidangi koperasi dan UMKM ini.

Sebab, koperasi dan UMKM ini masih menghadapi berbagai persoalan dan kendala untuk bisa bersaing, terutama menghadapi persaingan global semacam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kelemahan dan kendala gerakan koperasi maupun UMKM selama ini di antaranya akses dan pemupukan modal, akses terhadap informasi dan teknologi, akses organisasi dan manajemen, serta akses dalam pembentukan jaringan usaha dan kemitraan. Untuk keluar dari permasalahn tersebut, profesionalisme pengurus, anggota dan campur tangan pemerintah sangat diperlukan.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *