Kapolres Gianyar AKBP Priyanto Priyo Hutomo (tengah) menunjukan barang bukti uang hasil OTT, sementara Kasat Reskrim Polres Gianyar AKP Deni Septiawan (baju putih) menunjukan tiket objek wisata pura Tirta empul berlogo perarem Desa Adat Manukaya Let. (BP/nik)

GIANYAR, BALIPOST.com – Polisi masih melakukan pendalaman kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Objek Wisata Pura Tirta Empul. Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dan pembagian pendapatan tiket ini, polisi menyebut adanya kerugian negara hingga Rp 17 Miliar lebih.

Jumlah itu diperoleh dari pemungutan tiket masuk oleh pihak desa adat dari pukul 15.00 wita hingga pukul 18.00 wita, yang dilakukan sejak 2013. Hal ini diugkapkan Kapolres Gianyar AKBP Priyanto Priyo Hutomo dalam jumpa pers di Mapolres Gianyar, Senin (12/11).

AKBP Priyanto Priyo Hutomo menjabarkan penyimpangan hukum dalam penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di Objek Wisata Pura Tirta Empul, diawali dari Perda Kabupaten Gianyar No 8 tahun 2010 tentang pungutan retribusi, kreasi dan olah raga.

“Dari Perda itu, Bupati melakukan kerjasama dengan pengempon Pura Tirta Empul, sehingga dibuat MOU antara Disparda dengan Desa Adat Manukaya Let,“ katanya.

Dikatakan, peninjauan MOU sudah berlangsung sebanyak 2 kali yakni pada 2013 dan terakhir pada 6 April 2018. Dalam MOU itu tertera kesepakatan pengelolaan objek wisata Pura Tirta Empul dari pukul 07.00 hingga pukul 18.00 wita. “Kemudian disini ada yang memerintahkan petugas desa adat mengambil alih tiket dari pukul 15.00 wita sampai pukul 18.00 wita. Nah disinilah mulai muncul pidana,“ ucap AKBP Priyanto.

Baca juga:  Mari Jaga Martabat Bali

Dikatakan, uang tiket dari pukul 07.00 wita hingga pukul 15.00 wita distor ke Dinas Pariwisata Gianyar, dengan pembagian 60 % milik Pemda Gianyar dan 40 % milik Desa Adat Manukaya Let. Sementara pungutan tiket dari pukul 15.00 hingga 18.00 wita itu tidak disetor ke Pemda Gianyar, melainkan sepenuhnya diambil oleh desa adat dan disimpan pada LPD di Desa Adat Manukaya Let.

“Jadi di sini, pihak desa adat memang mengusir petugas disparda yang berjaga hingga puk ul 15.00 wita, jadi ini sudah menyimpang dari MOU,“ ucapnya.

Dijabarkan selama lima tahun pungutan tiket yang mencantumkan dasar perarem Desa Adat Manukaya Let No 4 tahun 2013 ini, diperoleh uang sebesar Rp 18.116.977.937. Kapolres merinci dari jumlah itu pihak desa adat seharusnya mendapat jatah 40%  atau sekitar Rp 7.246.791.175. Sementara Pemda Gianyar yang memiliki jatah 60 % sesuai MOU seharuanya menerima uang sekitar Rp 10.870.186.762.

“Rp 18 Miliar lebih semua diambil oleh desa adat dan disimpan di LPD setempat, namun hasil pengecekan terakhir yang dilakukan polisi, sisa uang yang tersimpan di LPD hanya Rp 458.572.500,“ ungkapnya.

Kapolres Gianyar juga menghitung dari jumlah Rp 18 Miliar lebih itu, ada sekitar Rp 17.658.405.437 yang belum jelas peruntukannya. Disinggung apakah uang jumlah itu digunakan untuk aktifitas upacara di adat, perwira melati dua dipundaknya ini mengaku masih mendalami hal tersebut. “Itu masih kita cek, “ katanya.

Baca juga:  KPK Tetapkan 1 Tersangka OTT Sidoarjo

Kapolres Gianyar menambahkan sejak 2013 Dinas Pariwisata sudah memberikan peringatan terhadap piha desa adat. Namun peringatan tersebut diacuhkan oleh pihak desa adat. “Sudah ada peringatan, tetapi mereka tetap seperti itu karena mendasarkan pada perarem Desa Adat Manukaya Let,“ katanya.

Kapolres Gianyar AKBP Priyanto menegaskan bahwa dalam kasus ini Perarem Desa Manukaya Let no 4 tahun 2013 terkait pemungutan tiket wisata tidak bisa berlaku, karena berbenturan dengan aturan yang ada diatasnya, yakni Perda Kabupaten Gianyar no 8 tahun 2010 tentang pungutan retribusi, kreasi dan olah raga.

“Jadi tidak boleh perarem atau perdes, menabrak perda kabupaten atau perda provinsi dalam kasus yang sama, contoh retribusi ini (kalau menabrak perda-red) nanti akan menjadi perbuatan melawan hukum,“ katanya.

Disinggung terkait perarem hukum desa adat yang diakui dalam Perda Provinsi Bali. AKBP Priyanto enggan berkomentar lebih lanjut, dia mengatakan akan ada saksi ahli yang menjawab hal tersebut. “Desa adat diakui (Perda Provinsi-red) betul, intinya lebih detail itu saya no comen, “ ucapnya.

Baca juga:  Selain Leher, Sejumlah Luka Ditemukan pada Jasad Mr. X di Taman Pancing Timur

Bendesa Calon Tersangka

Hasil penyelidikan kasus OTT di Objek Wisata Pura Tirta Empul, Kapolres Gianyar AKBP Priyanto Priyo Hutomo menyebut Bendesa Pakraman Manukaya Let I Made Mawi Arnata sebagai calon tersangka.

“Beliau baru calon (tersangka –red), untuk penetapan tersangka kami masih menunggu saksi ahli hukum pidana, kalau sudah langsung kami tetapkan dan kami gelar, langsung naik ke tersangka, “ ucap AKBP Priyanto Priyo Hutomo, dalam jumpa pers di Mapolres Gianyar (12/11).

Namun Kapolres Gianyar belum mau mejabarkan alasan Bendesa Parkraman Manukaya Let yang juga pengempon Pura Tirta Empul ini sebagai calon tersangka. “Calon tersangka, nanti fakta keterangan akan disimpulkan penyidik, nanti tinggal perannya, masing-masing misal, bendesa, bendahara apa, wakilnya apa, hingga siapa yang memerintahkan uang ditaruh di LPD,“ ucapnya.

Namun ditegaskan sampai saat ini Bendesa Pakraman Manukaya Let masih berstatus sebagai saksi, demikian pula dengan sebelas saksi lainya yang sudah diperiksa polisi. “ Tota ada 12 saksi, terdiri dari prajuru desa adat 7  orang termasuk bendesa, petugas pungut 4 orang, dan 1 orang pejabat dari pemerintah, “ katanya. (manik astajaya/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *