NEGARA, BALIPOST.com – Fenomena colek pamor kini juga terjadi di sejumlah pelinggih rumah warga di Jembrana. Dari informasi, Senin (12/11) colek pamor terjadi di empat KK di Banjar Banyubiru, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara.
Salah seorang warga I Ketut Wiyarma, Minggu (11/11) malam mengunggah foto colek pamor di akun Facebooknya. Wiyarma Senin (12/11) mengatakan sebenarnya kejadiannya pada Sabtu (10/11) malam. Namun dia baru mengetahuinya. “Saat kejadian saya tidak ada di rumah,” katanya.
Dikatakan saat kejadian istrinya mendengar anjing menggonggong terus. Sehingga istrinya ketakutan dan tidak berani keluar rumah. Baru hari Minggu mereka menyadari kalau ternyata ada colek pamor seperti yang juga lagi heboh terjadi di kabupaten lain.
Wiyarma mengatakan tetangga sebelah utara rumah dan selatan rumahnya juga ada colek pamornya. Namun anehnya hanya pelinggih lebuh dan penunggu saja yang tidak ada colek pamor. “Bahkan bale dangin juga ada colek pamor,” jelasnya.
Beberapa keluarga lain yang ada colek pamor sepengetahuannya di rumah I Ketut Winasa, I Ketut Sudiasa dan I Putu Widana. Wiyarma mengatakan dengan adanya kejadian ini, mereka akan lebih mendekatkan diri lagi kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. “Semoga kami khususnya selalu diberi perlindungan dan kerahayuan. Saya tidak faham dengan colek pamor. Pertanda apa saya juga tidak paham. Lebih baik berpikir positif saja dan tetap mohon perlindungan Tuhan,” tandasnya.
Sementara itu Jro Mangku Suardana, Pemangku Pura Tirtha Lan Segara Dang Khayangan Rambut Siwi mengatakan jika terjadi pun, fenomena colek pamor perlu dimaknai positif saja. Karena colek pamor pada bangunan di Bali, memang memiliki makna tersendiri Ketiga warna ini umumnya digoreskan pada bangunan-bangunan di Bali yang baru selesai dibangun (saat upacara melaspas).
Pamor atau kapur di Bali, katanya, biasanya digunakan simbol salah satu bagian dari simbul Tri Murti yang dilambangkan dengan tiga warna, yakni merah (cendana), hitam (arang) dan putih (pamor). Tapi ada pamor itu digunakan sendiri (secara tunggal) seperti pada proses pembuatan tapak dara, itu sebagai simbul penyederhanaan dari lambang swastika, juga sering digunakan pada bangunan di Bali sebagai simbol penolak energi negatif, misalnya diantaranya digunakan saat rahinan kalipaksa. “Maka, ditandai positif saja dan tidak perlu resah karena hal ini umum terjadi di Bali,” katanya.
Kalaupun benar ada fenomena colek pamor ini yang bersumber dari alam gaib, juga perlu disyukuri saja karena pastinya gaib berbuat untuk tujuan baik. “Bisa saja tujuan baik, untuk menjauhkan Bali dari marabahaya mengingat dari filosofi colek pamor yang memang sudah umum di Bali adalah diantaranya sebagai simbul penolak bala,” tandasnya. (kmb/balipost)