OJK menerangkan tentang rencana pembuatan regulasi Fintech. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – BPR berharap regulator yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) terkait kolaborasi BPR dengan fintech. Mengingat sebelumnya OJK mengimbau BPR bisa berkolaborasi dengan fintech agar tetap bisa eksis.

Direktur BPR Kanti I Made Arya Amitaba mengatakan, BPR Kanti telah menyiapkan diri sejak tahun 2017 untuk bekerjasama dengan fintech. “Oleh karena itu jauh sebelum adanya ini kita sudah menjajaki kerjasama dengan salah satu fintech,” ujarnya.

Namun ketika akan menjalankan imbauan OJK itu, ia menemui kendala yaitu adanya ketentuan yang menyulitkan BPR mengadopi fintech ini. “Ketika OJK menyampaikan bahwa perbankan harus berkolaborasi dengan fintech, tentu kita berharap aturan yang menghambat kerjasama antara perbankan dengan fintech ini diberikan suatu terobosan-terobosan,” ungkapnya.

Baca juga:  Rendahnya Tingkat Literasi Penyabab Mudahnya Tertipu Investasi Bodong

Bahkan ia sampai minta kepada OJK untuk diberikan kesempatan ketika aturannya belum ada, agar BPR Kanti dan beberapa BPR lainnya bisa sebagai pilot project. “Karena draft kerjasama yang kita lakukan dengan salah satu fintech sudah ada tinggal di launching saja. Namun ketika ini belum diberikan oleh OJK, kita juga belum berani untuk melangkah,” tandasnya.

Ia berharap BPR Kanti bisa menjadi pilot project, baik dalam waktu 6 bulan atau setahun dengan konsep ada pembatasan layanan yang diberikan selama menjadi pilot project. Misalnya pembatasan dari sisi pembiayaan maksimal 20 persen dari total pembiayaan fintech tersebut. Misalnya fintech memberikan pinjaman hanya sampai Rp 2 miliar, BPR Kanti membiayai maksimal 20 persen dari Rp 2 miliar, berarti Rp 400 juta. Sehingga BPR Kanti hanya bisa memberikan pembiayaan melalui fintech maksimal Rp 400 juta.

Baca juga:  Proyek Pasar Badung Tahap II, Pemkot Siapkan Dana Rp 70 M

Pembatasan dari sisi NPL, misalnya ketika NPL sudah mencapai 2 persen, maka pembiayaan agar dihentikan. “Ketika kami ikut dalam kolaborasi fintech ini, kami berharap NPL yang kami biayai ketika kolaborasi dengan fintech ini telah mencapai 2 persen, kami siap untuk distop untuk ikut kolaborasi dalam fintech ini,” pungkasnya.

Diakui ia telah menyiapkan diri terkait batasan-batasan ketika memang nanti eranya fintech. Walaupun yang terjadi di Tiongkok banyak perusahaan fintech yang bangkrut namun dikatakan kondisi di Tiongkok dengan di Indonesia berbeda.

Segala sesuatunya telah dibentengi oleh OJK. Oleh karena itu ke depan perkembangannya menjadi sangat luar biasa. Maka dengan demikian ketika BPR tidak ikut serta di dalamnya, fintech akan menjadi tsunami bagi BPR.

Baca juga:  BPR yang Bermasalah Bukan BAS Batubulan

Apalagi wilayah atau area pembiayaan fintech adalah pangsa pasar BPR juga. Dengan kemudahan akses pembiayaan yang ditawarkan fintech dibandingkan dengan BPR, maka akan menjadi ancaman bagi BPR.

Spirit BPR juga hampir sama dengan fintech. Yaitu memberikan layanan yang cepat, kredit yang cepat pada nasabah. Sama dengan spirit BPR, ketika masyarakat di pedesaan yang tidak tersentuh dengan perbankan, dengan dikeluarkan Pakto 88 didirikan BPR di masing-masing kecamatan. Maka dari itu ia berharap kepada OJK agar segera mengeluarkan POJK yang mengatur kolaborasi BPR dengan fintech. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *