DENPASAR, BALIPOST.com – Menyusul dilakukannya penertiban terhadap toko-toko souvenir buatan Tiongkok ilegal, BTB telah memprediksi terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan Tiongkok. Diprediksi penurunan akan berlangsung 3-6 bulan ke depan.
Ketua BTB, IB Agung Partha Adnyana bersama Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali AA. Gede Yuniartha Putra mengatakan, awal bulan Desember, stakeholder pariwisata Bali di bawah payung Bali Tourism Board (BTB) dan Pemerintah Provinsi Bali akan melakukan Sales Mission ke Shanghai, Beijing, dan Tiongkok. Dalam Sales Mission tersebut rombongan yang dipimpin Wakil Gubernur Bali akan diberikan informasi yang benar tentang situasi dan kondisi kepariwisataan Bali.
Bali pun sedang gencar-gencarnya memperbaiki kualitas pelayanan terhadap wisatawan Tiongkok agar Bali bisa bersaing dengan kompetitor (destinasi lain) yang sama-sama ingin merebut pasar wisatawan Tiongkok. Komunikasi antara pemerintah daerah dan pemerintah Tiongkok melalui Konjen Tiongkok yang bertugas di Bali terus ditingkatkan.
Peningkatan kualitas pelayanan juga dilakukan antara lain, dengan memperbaiki tata niaga dan menghapus praktik “zero tour fee.” Juga menambah jumlah pramuwisata berbahasa Mandarin yang memiliki kompetensi dan memahami kebudayaan Bali.
Sejauh ini disinyalir 60 persen wisatawan Tiongkok yang berkunjung ke Bali membeli paket “zero tour fee”, membayar paket wisata sangat murah karena paket wisata tersebut disubsidi oleh pihak lain dan dalam praktiknya banyak melanggar hukum. Dalam praktik “zero tour fee” ini juga tidak mengindahkan keselamatan (safety) wisatawan Tiongkok.
Dengan komunikasi yang intens antar Pemerintah Provinsi Bali dengan Pemerintah Tiongkok, diharapkan jumlah kunjungan wisatawan Tiongkok akan mulai meningkat sesuai dengan tata niaga yang lebih baik dan sehat. Komponen pariwisata di Bali diharapkan bersabar dan dapat mendukung kebijakan pemerintah yang berusaha keras menegakkan hukum dan perbaikan tata niaga kepariwisataan. (Citta Maya/balipost)
Apapun namanya, “zero tour fee”, pahe (paket hemat), “promo” dll, pada intinya adalah memangkas biaya sehingga ongkos berwisata menjadi murah. Sebenarnya tidak ada yg salah dengan cara pengelolaan seperti ini dari sisi pemakai jasa, dalam hal ini para wisatawan. Mereka berlomba-lomba searching ataupun googling mencari ongkos termurah untuk berwisata ke luar negerinya. Namun sekali lagi namun,uang yg berputar dari biaya murah ini tentu saja kecil, sehingga hanya sedikit uang yg bisa dinikmati oleh para pemburu fulus yg berharap dari pariwisata. Kunjungan ke Shanghai boleh2 saja, namun jangan terlalu berharap bila kompetitor mampu memberi tawaran menarik dg ongkos murah.