TABANAN, BALIPOST.com – Setelah membentuk Masyarakat Peduli Indikasi Geografis (MPIG) tahun ini, Pemkab Tabanan melalui Dinas Pertanian menyiapkan tenaga pendamping dan pengawal indikasi geografis. Tenaga ini dipandang perlu, untuk memastikan jika MPIG diterapkan sesuai dengan SOP yang ada, sehingga kopi yang dihasilkan petani terjamin kulitasnya.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Tabanan, Dewa Ketut Budidana Susila, Minggu (18/11) mengatakan bimtek pendamping dan pengawal indikasi geografis adalah sebagai salah satu cara untuk mewujudkan indikasi geografis kopi robusta secara berkelanjutan dan berkualitas. Menurutnya beberapa langkah telah diterapkan, baik mulai dari sektor hulu seperti melakukan peremajaan tanaman, intensifikasi serta upaya-upaya pembinaan dan pemberian informasi mengenai perbenihan untuk menopang kebutuhan bibit.
Untuk sektor hilir, yakni di pascapanen telah diupayakan standar yang berlaku sesuai dengan manfaat indikasi geografis, yaitu mengusahakan panen dengan sistem petik merah kemudian diolah sesuai dengan SOP. “Kalau dari segi pemasaran sudah diambil langkah melakukan temu usaha hingga mengikuti pameran,” ujar Budidana.
Meski sudah menerapkan langkah dari hulu hingga hilir diakuinya masih ada kekurangan yang ditemukan mulai dari adanya ketidaksesuaian harga di pasaran hingga kualitas mutu yang belum sesuai dengan harapan pembeli. “Untuk mengatasi kekurangan ini, diperlukan adanya tenaga pendamping dan pengawal Indikasi Geografis,” ujar Budidana.
Adapun 20 pendamping dan pengawal Indikasi Geografis ini diambil dari petani yang bersinggungan langsung dengan subak Abian di Kawasan Kopi Robusta Tabanan. Untuk di Pupuan ada 30 subak abian yang masuk dalam MPIG.
Lewat bimtek ini nantinya mereka akan memiliki kualifikasi dan kemampuan untuk memberikan jaminan mutu kopi yang dihasilkan sesuai standard mutu yang diharapkan konsumen. Bimbingan teknis ini telah dilaksanakan selama empat hari yaitu Selasa (13/11) hingga Jumat (16/11) di Desa Pujungan Pupuan.
Adapun penganggaran untuk kegiatan ini dari APBD II sebesar 20 juta. “Karena anggaran minim baru 20 petani dari 20 subak abian yang diberikan bimtek. Nanti menyusul 10 lagi,” ujarnya.
Apabila semua subak abian memiliki pendamping dan pengawal indikasi geografis diharapkan ke depan petani benar-benar paham akan pentingnya pengawasan mutu.
Jika sudah paham dan menerapkannya, tidak ada lagi pembeli maupun eksportir yang melakukan protes mengenai mutu dan kualitas serta petani akan lebih aman dari segi harga. Selain melakukan bimbingan teknis untuk pendamping dan pengawas Indikasi Geografis, pihak Dinas Pertanian juga akan terus membimbing tenaga ini hingga bisa mendapatkan sertifikat. (Wira Sanjiwani/balipost)