DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana menarik kontribusi 10 dolar per wisatawan segera akan menjadi nyata. Pasalnya, Pemprov Bali saat ini mematangkan rancangan naskah akademik sebagai payung hukum.
Kontribusi itu akan dipakai pelestarian budaya dan lingkungan. Sementara wisatawan nantinya mendapatkan pelayanan beserta asuransi selama berada di Bali. “Wisatawan itu datang ke Bali kan perlu kualitas pelayanan yang baik, situasi yang aman, nyaman, damai. Perlu transportasi yang bagus, perlu jaminan kesehatan, perlu perlindungan, ini semua akan kita berikan kepada para wisatawan,” ujar Gubernur Bali, Wayan Koster usai mengikuti rapat kerja di DPRD Bali, Senin (19/11).
Koster menambahkan, wisatawan yang datang ke Bali tidak hanya dapat menikmati objek wisata. Tapi semua aktivitasnya juga terlindungi.
Peningkatan pelayanan ini tentu membutuhkan biaya yang akan ditutup dari kontribusi wisatawan. Kontribusi semacam ini sebetulnya telah diterapkan oleh beberapa negara.
Di Bali sendiri, pihaknya akan membentuk suatu badan untuk mengelola, namun masih dibawah pemerintah. “Itu bisa dikelola oleh satu badan yang akuntabel dan transparan, serta peruntukkannya adalah dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepariwisataan secara menyeluruh. (Badan itu) negara punya, bukan swasta,” jelasnya.
Menurut Koster, besaran kontribusi 10 dolar per wisatawan mancanegara sementara ini sifatnya masih wacana. Kontribusi serupa juga akan diberlakukan untuk wisatawan domestik, namun besarannya direncanakan Rp 10 ribu per wisatawan.
Pihaknya meyakini wisatawan akan menerima kebijakan ini untuk kepentingan pelestarian budaya Bali. Mereka tidak akan merasa keberatan, apalagi kontribusi yang ditarik tidak terlalu mahal. “Kami akan buat dulu aturannya berupa peraturan daerah (perda). Bisa langsung (ditarik, red) di hotel, bisa juga di bandara. Kan masuk dia ke dalam sistem, penggunaannya ditentukan menjadi sumber pendapatan asli daerah. Potensinya hampir Rp 1 triliun. Wisatawan dapat asuransi, jaminan kesehatan, pelayanan di semua titik selama berada di Bali,” paparnya.
Koster memaparkan, wisatawan mendapat pelayanan sejak tiba di Bandara Ngurah Rai dengan memperbaiki pelayanan imigrasi dan bea cukai agar lebih cepat tanpa antri berjam-jam. Kemudian, begitu keluar dari bandara, wisatawan akan diantar travel yang bagus dan melewati infrastruktur jalan yang bagus pula.
Di setiap titik juga akan disiagakan tenaga keamanan bekerjasama dengan kepolisian untuk menciptakan suasana aman bagi wisatawan. “Di destinasi wisata, bagi wisatawan yang menyelam atau mendaki, kan ini rawan terjadi kecelakaan, wisatawan nanti dilindungi, dicover semua,” imbuhnya.
Selain kontribusi dari wisatawan, Koster juga akan membidik dana CSR sebagai sumber pendapatan. Sesuai aturan, 5 persen dana CSR harus dialokasikan untuk pembinaan program lingkungan.
Pihaknya akan merumuskan perda untuk bisa mengelola sebagian dana itu, sehingga peruntukannya bisa diarahkan. Misalnya untuk program-program prioritas di bidang kebudayaan, kesehatan, pendidikan, ataupun pariwisata. “Kalau kita mengelola setengahnya saja melalui perda oleh suatu badan yang akuntabel, transparan, ini bisa masuk ke APBD melalui PAD, ini sumber yang besar menurut saya, ratusan miliar juga kita dapatnya,” tandasnya.
Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, sebelumnya sudah pernah dirancang kontribusi, tapi untuk pengguna jasa bandara. Rancangan ini tidak disetujui oleh pemerintah pusat. “Sudah dibuat peraturannya, tapi dicoret. Dengan seperti ini (kontribusi untuk wisatawan, red), kalau sudah DPRD, gubernur, dan masyarakat Bali setuju, kami yakin pasti akan berjalan dengan baik. Tinggal kita sekarang bagaimana meyakinkan pemerintah pusat,” ujarnya.
Menurut Kariyasa, pengelolaannya nanti tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan dan tidak menimbulkan masalah hukum. Kendala saat ini memang masih menyangkut regulasi.
Setali tiga uang dengan gubernur, Kariyasa meyakini wisatawan mancanegara akan antusias dengan kontribusi ini. Pasalnya, ada beberapa lembaga foundation di sejumlah negara yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan dan budaya justru menginginkan Bali lestari dan siap mengeluarkan dana untuk itu. “Mereka takut sekali Bali ini akan hilang dan menjadi kenangan. Pariwisata ini dampak negatifnya kan seperti itu. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, teknologi, kan membuat beberapa daerah eksotik, yang langka ada di bumi ini, kan banyak juga yang hilang,” jelasnya. (Rindra Devita/balipost)