Gubernur Bali, Wayan Koster. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sesuai agenda, ranperda provinsi Bali tentang APBD 2019 akan diketok palu, Rabu (21/11) ini. Ada peningkatan proyeksi pendapatan dari yang diajukan eksekutif sebelumnya.

Peningkatan pendapatan juga merubah proyeksi belanja. Salah satunya belanja bantuan keuangan karena ada peningkatan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk desa pakraman. “Ada peningkatan dari Rp 225 juta menjadi Rp 250 juta untuk masing-masing desa pakraman,” ujar Ketua Pansus Ranperda APBD 2019, I Kadek Diana dikonfirmasi, Senin (19/11).

Menurut Diana, gubernur dan wakil gubernur baru pada saat kampanye memang menjanjikan BKK untuk desa pakraman sebesar Rp 300 juta. Janji itu akan dipenuhi secara bertahap, atau tidak bisa langsung direalisasikan pada 2019 mendatang.

BKK untuk desa pakraman masing-masing Rp 300 juta dipastikan bisa terealisasi pada 2020 atau paling lambat 2021. “Ini saja sudah langsung naik menjadi Rp 250 juta, dari tahun lalu Rp 225 juta. Dari peningkatan ini, harapan kita kan lebih mengeksiskan desa adat kita dalam usahanya ikut menjaga tradisi, seni, adat, dan budaya, termasuk untuk implementasi agama kita. Desa adat adalah benteng terakhir ajegnya Bali,” jelasnya.

Baca juga:  Pengedar Upal Asal NTT Ditangkap, Ini Modusnya

Pascaketok palu, Diana berharap eksekusi APBD 2019 dapat dilakukan tepat waktu. Terutama menyangkut program-program yang sudah diberikan pagu anggaran. Dengan demikian, pemerintah dapat berjalan dengan efektif. “Dana yang harus diterima pihak ketiga, masyarakat, desa adat, ataupun hibah yang akan diterima banjar, dadia, kelompok, organisasi kemasyarakatan, prosesnya harus cepat. Jangan sampai seperti dulu, pernah dana sudah dianggarkan, pagunya sudah ada, bahkan sudah teken NPHD tapi tidak bisa cair,” tandas Politisi PDIP ini.

Berkaitan dengan desa pakraman/adat, Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, kedudukan desa dinas dan desa adat juga masuk dalam rancangan undang-undang tentang provinsi Bali. RUU tersebut kini sudah hampir selesai dan target disahkan DPR RI pada 2019. “Supaya dua desa ini mendapat pengakuan secara kuat melalui Undang-undang. Kalau sekarang ini di Undang-undang yang diakui kan cuma desa dinas, desa adatnya tidak. Padahal yang paling harus kita lindungi di Bali ini adalah desa adatnya. Jadi sekarang timpang kita,” ujarnya.

Baca juga:  Bali Masih 10 Besar Sumbang Kasus COVID-19 Harian, Jumlah Tambahan Nasional di Atas 3.000 Orang

Sebelum Undang-undang itu selesai, lanjut Koster, perda tentang desa adat juga akan segera diajukan. Konsep perda bahkan sudah selesai dan akan diajukan awal Desember mendatang.

DPRD Bali bahkan diminta untuk memprioritaskan pembahasan perda desa adat, karena begitu rampung, tidak akan ada lagi tuduhan pungli atau OTT di desa adat. Selain itu, dewan juga diminta segera merampungkan revisi Perda RTRWP Bali dan Perda RPJMD. “Kalau ini selesai (Perda Desa Adat, Perda RTRWP Bali, dan Perda RPJMD, red), saya kira fundamental pembangunan di Bali ini akan bisa kita lakukan secara lebih tertata dan lebih baik,” jelasnya.

Baca juga:  Kapolri akan Usut Dugaan Mafia Sepak Bola

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra mengatakan, RPJMD Bali saat ini masih dalam proses harmonisasi dan finalisasi dengan kelompok ahli pembangunan. Selanjutnya, akan dilaksanakan Musrenbang pada pertengahan Desember 2018. “Musrenbang ini sama dengan konsultasi publik, penyerapan aspirasi masyarakat, seluruh komponen masyarakat Bali hadir dan itu kita akan coba rancang tidak di Denpasar. Kita coba sekarang out sekali kemana, Gianyar misalnya atau Tabanan,” ujarnya.

Ika Putra menambahkan, RPJMD bersifat global dan tidak mengatur kegiatan. Namun hanya sampai pada program yang nanti dijabarkan lagi dalam rencana strategis (renstra) SKPD. Pihaknya optimis, ranperda tentang RPJMD sudah masuk ke DPRD Bali untuk dibahas pada Januari 2019. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *