GIANYAR, BALIPOST.com – Polisi terus mendalami kasus penganiayaan terhadap siswi berinisial DPS (15), yang videonya ramai di media sosial. Dalam kasus ini dua remaja perempuan yang diduga sebagai pelaku digiring ke Mapolsek Ubud untuk dimintai keterangan, Rabu (21/11). Dua remaja ini masing-masing inisial ID (18) asal Blahbatuh dan AI (16) asal Tampaksiring.
Kapolsek Ubud Kompol I Made Raka Sugita mengatakan pasca laporan korban polisi langsung melakukan penyelidikan video penganiayaan terhadap korban yang masih 15 tahun itu. Setelah cukup informasi, polisi pun bertemu dengan orangtua terduga pelaku di wilayah Blahbatuh. Setelah diberi pemahaman, orang tua dari terduga pelaku langsung mengantar sendiri anaknya ke Polsek Ubud pada Selasa (20/11) sore. “Keduanya kooperatif tanpa perlawanan,” jelas Kapolsek Ubud seizin Kapolres Gianyar AKBP Priyanto Priyo Hutomo.
Kapolsek Ubud mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap korban dan pelaku, kronologis aksi penganiayaan itu hanya dipicu salah paham saat chating di medsos. Apakah terkait rebutan cowok idaman?, Iptu Pramantara mengaku ada kecenderungan ke arah itu. “Kayaknya mengarah kesana. Jadi ada salah satu yang tersinggung,” ujarnya.
Percakapan di medsos tersebut, diketahui terjadi H-2 penganiayaan tepatnya pada Kamis (15/11). Karena saling memanas, kedua kubu pun sepakat bertemu di wilayah Ubud pada Sabtu (17/11) sepulang korban DPS dari salah satu SMK di Ubud. Kedua kubu masing-masing membawa anggota geng. Percakapan panas pun berujung aksi penganiayaan oleh ID (18) dan AI, (16).
Sesuai dengan video yang beredar, dalam hasil pemeriksaan juga terungkap korban ditendang pada bagian perut dan rambutnya dijambak, namun korban tidak melawan sama sekali. Bahkan salah satu anggota geng dalam kerumunan tersebut spontan membuat stori siaran langsung di akun instagram hingga video ini viral dan mendapat ribuan komentar miring.
Terkait adanya pelanggaran UU ITE, polisi masih belum menentukan sejauh itu. “Jadi informasi itu kan bisa diartikan beda. Semua ada plus minusnya. Dia gak bermaksud menyebar, melainkan lakukan siaran langsung yang dia sendiri tidak tahu kejadiannya bakal seperti apa. Sementara yang unggah itu sebatas saksi,” terang Kapolsek Made Raka.
Kapolsek Ubud Kompol Raka juga berpesan agar tidak mudah menyebarkan kejadian yang belum tentu kebenarannya. “Jangan mudah terpancing dan jangan sedikit-sedikit bikin viral. Apalagi pelaku dan korban ini masih di bawah umur. Jadilah nitizen yang cerdas dan cermat,” pintanya.
Sementara itu terkait status dua pelaku yang mengaku anggota geng anak punk, Kompol Made Raka mengatakan pengakuan tersebut sebatas mereka kerap nonton konser bersama. “Mereka ngakunya anak punk sebatas perkumpulan nonton konser saja. Tidak ada itu keanggotaannya,” jelasnya.
Kapolsek Ubud Kompol Made Raka menegaskan dalam kasus ini dua terduga pelaku tersebut tidak harus ditahan. Pihaknya pun mengaku harus berhati- hati mengingat korban dan terduga pelaku masih dibawah umur. “Sedangkan satu pelaku lagi sudah dewasa,” jelasnya didampingi Kanitreskrim Polsek Ubud Iptu I Dewa Made Pramantara.
Kompol Raka pun mengaku masih berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Gianyar dalam menangani kasus ini, terutama terkait penerapan pasal yang akan dipasangkan. Meski demikian, proses hukum tetap berjalan. Dalam waktu dekat, polisi akan gelar perkara terhadap kasus ini.
Berdasarkan hasil koordinasi itu, sementara keduanya dipasangkan Pasal 80 ayat 1 UU RI nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. “Kalau pelaku yang dibawah umur, kita upayakan diversi. Yang dewasa kena ancaman 3 tahun 6 bulan penjara,” tandasnya. (manik astajaya/balipost)