Pertemuan desa adat, aparat kepolisian dan DPRD Bali, Selasa (13/11). (BP/dok)

Bagi krama Bali, keberadaan desa adat merupakan hal yang menyatu dengan tata kelola kehidupannya. Adat dan budaya, adat dan tradisi merupakan hal yang sangat sulit dipisahkan. Untuk itulah ketika desa adat terusik, berbagai elemen dan krama Bali bersuara dan berharap otoritas desa adat dihormati.

Mereka berharap ada hal-hal yang bisa dikomunikasikan untuk menjaga stabilitas desa adat. Dalam hal ini tentunya pemahaman terhadap hukum adat menjadi penting bagi pejabat negara atau pihak mana pun yang bertugas mengemban tugas negara di Bali.

Pentingnya pemahaman atas adat dan budaya Bali bagi pejabat negara atau setidaknya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Bali, bukan semata untuk menghormati peradaban orang Bali. Pemahaman ini juga untuk menjamin terjaga keragaman budaya dan tradisi nusantara.

Baca juga:  Mengajegkan Budaya dan Ekonomi Hindu

Keragaman ini menjadi  salah satu identitas negeri ini. Dalam konteks ini tentu kita tak perlu mempertentangkan hukum positif dan hukum adat yang berlaku. Karena mempertentangkan hukum adat dan hukum positif besar kemungkinan ada celah yang menganga yang dapat membuat hukum adat ‘’menyerah’’.

Namun, jika kita pahami eksistensi hukum adat secara bijak maka semua tujuannya untuk kepentingan keamanan, kenyamanan, dan harmonisnya hubungan antara sesama. Tak hanya sesama manusia, harmonisasi juga diatur dalam hal menjaga lingkungan dan ruang ritual. Otoritas desa adat tentu dikelola dengan etika dan rasa.

Kalaupun ada hal-hal yang dirumuskan dengan bahasa yang bertentangan dengan hukum positif semestinya ada upaya pembinaan dan penyelarasan  dalam hal ini. Menyadari hal ini tentu menjadi sangat aspiratif ketika lembaga legislatif di Bali dan komunitas adat bisa membangun komunikasi yang sehat antara instansi penegak hukum dan penegelola desa pakraman.

Baca juga:  Petani di Dorong Manfaatkan Lahan Kering Untuk Berbudidaya Porang

Kesepakatan bahwa akan ada upaya pembinaan atas berbagai hal yang mengatur kewenangan desa adat baik dalam hal ekonomi dan peradaban, merupakan langkah maju. Di sinilah pentingnya komunikasi yang sehat antarberbagai pihak di Bali dalam konteks menjaga desa adat. Dalam menjaga dan mengawal peradaban yang tumbuh di desa adat, maka hal penting yang patut dilakukan adalah agar tokoh umat di Bali kembali pada fungsinya sebagai pengayom umat dan membela kepentingan umat Hindu. Panggilan hati nurani membela kepentingan umat harus dikepedankan.

Untuk memediasi penerapan hukum positif terkait Saber Pungli dengan hukum adat ini, semua elemen mestinya fokus membela hak-hak mendasar umat Hindu atas peradaban dan hak-hak otonomi desa adat. Apa pun jabatan dan peran kita dalam kehidupan berdemokrasi di negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semua umat Hindu dan semua elemen yang ada di Bali harus mampu menjadi pembuka jalan menuju kebenaran dan keharmonisan kehidupan.

Baca juga:  Sebanyak 56 Prajuru Desa Adat Dikukuhkan pada Purnama Kapitu

Dalam hal ini, baik Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali agar tetap membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait untuk membangun pemahaman yang sama dalam penjabaran otoritas desa adat. Lembaga umat mestinya tampil di depan dan fokus pada upaya-upaya membela hak–hak tradisional umat Hindu. Untuk itulah kecakapan membangun komunikasi hendaknya tetap menjadi salah satu ruang diplomasi menjaga peradaban desa adat di Bali.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *