DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, produksi daging sapi di Bali surplus. Namun sampai saat ini Bali masih melakukan impor daging sapi.
Kepala Bidang Pembibitan dan Produksi Ternak, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Bali IKG Nata Kesuma, MMA. mengatakan, dengan jumlah penduduk Bali sekitar 4,2 juta orang dan mobilitas padat, diperkirakan terdapat mobilisasi tambahan penduduk setiap harinya sekitar 1 juta orang. Sehingga dibutuhkan konsumsi pangan setiap harinya sekitar 5,2 juta orang termasuk kebutuhan daging sapi.
Sementara populasi ternak sapi di Bali sekitar 507.794 ekor dengan produksi daging sekitar 11,3 ribu ton atau setara dengan 83.822 ekor sapi. Dari jumlah sapi tersebut sekitar 31.190 ekor dipotong untuk konsumsi lokal dan sebanyak 52.632 ekor untuk memenuhi kuota supply kebutuhan nasional.
Data itu menunjukkan bahwa neraca supply demand daging di Bali pada posisi surplus. “Namun demikian jika dicermati dari ketersediaan daging di Bali bahwa terdapat pemasukan daging sapi (eks impor) ke daerah Bali dalam 3 tahun terakhir yaitu tahun 2015 – 2017. Jumlahnya rata – rata sekitar 1.428.693 kg atau 1,4 ribu ton per tahun. Selain itu juga ada pemasukan produk olahan daging sapi sekitar 479.837 kg atau 479,8 ton per tahun,” beber Nata Kamis (22/11).
Dari total jumlah pemasukan daging beku, diperkirakan sekitar 40 persen merupakan daging kategori prime cut untuk kebutuhan usaha Horeka (Hotel, Restaurant dan Catering). Sisanya, sekitar 60 persen daging kategori secondary cut yang dibutuhkan oleh industri pengolahan.
Menurutnya pemasukan daging eks impor tersebut merupakan sebuah ancaman terhadap serapan daging sapi Bali lokal, sekaligus tantangan untuk pasar daging sapi lokal Bali. Sedangkan produksi daging yang keluar Bali dalam bentuk sapi hidup terjual dengan harga relatif murah, sehingga sangat merugikan para peternak.
Maka dari itu diperlukan langkah strategis secara menyeluruh dalam upaya mengoptimalkan serapan daging sapi lokal Bali untuk memenuhi pasar pariwisata (Horeka). Upaya tersebut dilakukan dengan peningkatan kualitas daging dengan melakukan intervensi penanganan di hulu (budidaya), di tengah (proses produksi atau pemotongan) dan di hilir (industri pengolahan dan rantai pemasaran). (Citta Maya/balipost)