GIANYAR, BALIPOST.com – Majelis Madya Desa Pakraman menerima tembusan surat protes terkait pemilihan Bendesa Pakraman Manuaba, Kecamatan Tegallalang. Surat yang ditujukan kepada ketua panitia pemilihan Bendesa Desa Pakraman Manuaba dengan tembusan Gubernur Bali hingga Bupati Gianyar ini prihal penundaan mejaya-jaya atau pengukuhan bendesa pakraman terpilih.
Dalam surat protes tersebut tertera permasalahan dalam pemilihan Bendesa Pakraman Manuaba yang berlangsung pada 21 Oktober 2018. Permasalahan itu meliputi persoalan pengambilan kotak suara hanya diambil oleh panitia tidak melibatkan calon, jumlah pemilih dan jumlah kartu tidak balance, permasalahan ketiga ditemukan 2 kartu tercecer dibawah meja salah satu calon.
Menanggapi tiga persoalan itu Calon Bendesa Pakraman Manuaba I Ketut Gambar menolak kegiatan mejaya-jaya yang rencananya dilaksanakan 22 Nopember. Dalam surat protes tersebut Gambar juga mempertanyakan penolakan Kelian adat Banjar Triwangsa terkait masalah mejaya-jaya, agar ditunda lantaran ada persoalan dalam proses pemilihan yang belum terselesaikan.
Ketua Majelis Alit Desa Pakraman (MADP) Kecamatan Tegalalang Wayan Mupu M.Pd dikonfirmasi Jumat (23/11) mengakui pihaknya juga menerima tembusan surat protes terkait pemilihan Bendesa Desa Pakraman Manuaba. Surat protes itu dilayangkan oleh salah satu kandidat calon Bendesa I Ketut Gambar.
“Kemudian terkait proses pemilihan pertama harus pembentukan panitia, namun panitia tidak ada sosialisasi ke banjar-banjar menjelaskan tata cara terkait pemilihan. Tata cara pembentukan panitia ini juga masih rancu, tidak ada utusan krama, begitu menurut laporan awal salah satu kandididat,” katanya.
Sebagai MADP Kecamatan Tegalalang, Wayan Mupu pun diundang untuk datang ke Desa Pakraman Manuaba. Selaku majelis, ia memberikan tata cara pemilihan bendesa, diawali berkordinasi dengan majelis desa pakraman. “Selanjutnya untuk panitia, kalau memiliki Saba atau kerta desa langsung saja memakai itu, namun karena tidak punya ya mestinya parum dulu banjarnya semua, setuju atau tidak dibentuk panitia, kalau setuju siapa yang diutus,” ujarnya.
Bila panitia sudah terbentuk, lanjut Mupu, mestinya panitia datang lagi ke banjar-banjar, untuk sosiaisasi bersama para kandidat. Kemudian panitia juga harus menentukan proses pemilihan menggunakan sarana kotak pemilu atau yang lain. “Namun semua proses itu belum dilaksanakan oleh panitia, apalagi sudah sampai ada gugatan, ” ungkapnya.
Wayan Mupu pun mengaku heran, dari puluhan desa pakraman yang ia tangani, semuanya aktif berkordinasi, hanya Desa Pakraman Kenderan minim kordinasi, serta tidak melaksanakan proses pemilihan bendesa pakraman sesuai ketentuan. “Saya 45 punya bendesa, semua kordinasi bila ada bendesa yang baru, dan ini satu-satunya yang tidak kordinasi,” ucapnya.
Akhirnya setelah proses pemilihan menimbulkan masalah, MADP kembali merapatkan seluruh kelihan adat Desa Pakraman Kenderan di kantor Camat Tegalalang. Setelah rapat itu, ia pun kembali turun memberikan penjelasan, terkait mekanisme pemilihan bendesa pakraman. “Setelah saya berikan penjelasan, putusan tertinggi tetap ditangan krama, tapi proses ini juga tidak berjalan. Sekarang entah sudah ada yang dianggap menang atau tidak dalam pemilihan itu saya kurang tahu,” ujarnya.
Namun ia mengingatkan Bendesa Pakraman terpilih dianggap sah bila dikukuhkan oleh MADP. Diungkapkan sebelumnya pihaknya pun sudah mengukuhkan sejumlah bendesa yang pemilihannya sudah melewati mekanisme yang ada.
“Yang mengukuhkan bendesa terpilih biasanya majelis alit atas nama majelis madya, dalam pengukuhan ini juga ada putusan berupa SK, tapi ini saya tidak tahu, infonya juga sudah ada acara mejaya- jaya, tapi saya tidak kesana, sebelum persoalan ini dituntaskan, ” katanya. (manik astajaya/balipost)