DENPASAR, BALIPOST.com – Selama ini perbankan hanya fokus mencapai target penyaluran kredit, tanpa berpikir melakukan pembinaan kepada calon debitur. Padahal jika dibina, potensi untuk bisa menyalurkan kredit lebih besar pasti tercapai.
Demikian disampaikan Pengamat Ekonomi Universitas Udayana (Unud) Prof. I Wayan Ramantha, pada Seminar Strategi Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Bali 2019 di Warung 63, Jalan Veteran, Denpasar pada Jumat (23/11). Ramantha menjelaskan kondisi pertumbuhan UMKM, properti saat ini minus.
Perlu menjadi pemikiran bersama, sebab dari sisi permintaan tahun 2017 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali Rp 215 triliun. Dengan demikian tingkat konsusmi masyarakat diasumsikan per orang per tahun Rp 50 juta.
Jika asumsinya 75 persen dari Rp 215 triliun digunakan untuk konsumsi, ada Rp 150 triliun uang beredar di Bali hanya untuk konsumsi. Ia asumsikan lagi jika 50 persennya merupakan konsumsi di sektor swasta, maka ada Rp 100 triliun per tahun.
Konsumsi ini bisa digunakan untuk kebutuhan primer, sekunder, tersier. Yang menjadi pertanyaan adalah, sudahkah para pelaku usaha di Bali khususnya UMKM mendapat kue konsumsi masyarakat tersebut?
Apalagi dengan penelitian terbaru yang ia dapatkan bahwa 32 persen atau sekitar Rp 30 triliun konsumsi masyarakat Bali digunakan untuk ritual. Maka yang perlu dilakukan saat ini adalah penguatan UMKM dan masyarakat agar mampu menyerap kue dari tingkat konsumsi itu. “Pemerintah, NGO, LSM harus berpikir memperkuat masyarakat kita supaya menggunakan produksi dalam negeri. Perda buah lokal yang ada, tapi jangan seperti macam ompong,” sebutnya.
Untuk dapat meningkatkan ekonomi masyarakat Bali 2019, yang perlu dilakukan adalah penguatan UMKM. Salah satunya dengan meningkatkan peran Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
“LJK kita saat ini jualan kredit secara konvensional. Engga pernah mereka memikirkan supaya jualannya menjadi laku, apa yang harus dilakukan. Misalnya melakukan pembinaan. LPD saja sudah berpikir untuk agar kreditnya laku masyarakatnya dilatih untuk menjadi UMKM yang kuat. Kalau mereka kuat, mereka akan membutuhkan modal yang lebih besar. Kemudian mereka untuk mendapatkan modalnya lebih besar, bisa mencari ke LJK,” tuturnya.
LJK perlu proaktif untuk menjadi inkubator bisnis untuk merangsang, melatih, membina agar masyarakat Bali lebih banyak yang berwirausaha. Sementara UMKM yang sudah ada agar dilakukan pembinaan kembali terkait pemasaran, produksi, dll. Jika produksinya bagus dan pemasaran bagus, otomatis UMKM akan membutuhkan modal yang lebih banyak.
Ketua LP LPD I Nyoman Arnaya mengatakan, untuk menguatkan ekonomi masyarakat yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk meningkatkan pendapatan, kualitas SDM harus ditingkatkan. Maka akan dikaitkan dengan pendidikan formal maupun non formal.
Untuk meningkatkan ekonomi itu, ada dua hal yang harus dilakukan yaitu meningkatkan produksi dan pemasaran. “Kita mampu memproduksi apa saja tapi tidak mampu memasarkan,” ungkapnya.
Di era modern saat ini, orientasi usaha telah berbeda, yaitu orientasi ke pasar, tidak lagi berorientasi pada produksi. Sehinga kendala selama ini yaitu pemasaran. “Banyak yang dihasilkan tapi bingung menjualnya kemana, susah. Maka mindset UMKM harus dirubah. Jadi mari berpikir membuat sesuatu yang bisa dijual,” ujarnya.
Ketua BKS LPD I Nyoman Cendekiawan mengatakan, strategi berarti pendekatan secara menyeluruh tentang pelaksanaan gagasan. Maka dari itu perlu taktik dan strategi. Dari strategi dan taktik itu adala peluang dan tantangan.
Manfaat LPD sudah banyak dirasakan terutama dalam pelestarian seni, adat dan budaya. Menguatkan ekonomi dengan konsep wareg, waras, wastra, wisma dan waskita. Wareg berarti tidak lapar atau sejahtera, penguatan ekonomi.
Salah satu caranya dengan upaya penguatan ekonomi. Disinilah salah satu peran LPD dalam penguatan permodalan ekonomi masyarakat, walaupun masih di tingkat desa. (Citta Maya/balipost)