NEGARA, BALIPOST.com – Para pelaku penangkaran burung Curik Bali kini memiliki pasar yang lebih luas. Selain dalam negeri, kini penjualan secara resmi hingga pasar luar negeri (ekspor). Namun, penangkar yang dilakukan harus tercatat dalam sekretariat Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Alasannya, Curik Bali merupakan satwa yang masuk Apendiks I (spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional).
Menurut Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati pada Direktorat Jenderal KSDAE, Indra Exploitasia, penjualan burung Curik Bali dari hasil penangkaran dimungkinkan hingga ke luar negeri. Asalkan penangkar mengikuti aturan dan teregristasi di Sekretariat CITES.
“Semua ketentutan perdagangan (satwa) itu ada di CITES. Dan sudah ada satu dari penangkar yang teregristasi di CITES. Sehingga dimungkinkan bisa dijual ke luar negeri,” terangnya.
Melalu penangkaran mendorong masyarakat untuk mendapatkan penghasilan. Termasuk masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang merupakan habitat asli burung ini. Yang paling penting saat ini, agar tidak ada lagi perburuan liar khususnya satwa Curik Bali ini.
“Bagaimana menjamin kelestarian habitat alam, melindungi dari kepunahan, dan bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat juga bisa mendapatkan hasil dan burung bisa lestari,” ujarnya.
Bahkan, Dirjen mendorong agar masyarakat melakukan penangkaran sehingga masyarakat juga mendapatkan penghasilan. “Menjual satwa hasil dari penangkaran diperbolehkan, kami akan memberikan bimbingan pada penangkar,” ujar Indra didampingi Kepala Balai TNBB, Agus Ngurah Krisna.
Saat ini harga jual burung cantik ini di kisaran Rp 5 juta hingga Rp 7 juta. Memang jauh turun dibandingkan tahun 1990-an saat masih jarang karena perburuan liar. Sehingga saat itu di pasar gelap, burung tersebut bernilai tinggi bahkan mencapai puluhan juta rupiah. Namun kini, burung tersebut telah mulai banyak dengan munculnya penangkaran-penangkaran.
Kepala TNBB, Agus Ngurah Krisna mengatakan berdasarkan hasil monitoring burung curik bali yang dilakukan pada 2018 ini, terdapat 141 ekor burung yang hidup liar di alam. Jauh meningkat dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Dalam 5 tahun terakhir peningkatan ukuran populasi burung curik bali di alam maupun di pusat perkembangbiakan. Burung yang dilepasliarkan sudah berkembang secara alami di habitatnya.
Untuk Curik Bali atau biasa juga dikenal dengan nama Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan jenis burung Endemik Bali yang habitat aslinya berada di TNBB. Curik Bali memiliki ciri khas warna bulu yang di dominasi warna putih dengan kombinasi warna hitam pada ujung sayap dan ujung ekor. Ciri khas lainnya adalah warna biru terang pada bagian sekitar mata. (surya dharma/balipost)