JAKARTA, BALIPOST.com – Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan, terjadinya tumpahan minyak di laut tentu menyebabkan kerusakan lingkungan dan kerugian sosial ekonomi di masyarakat terdampak. Oleh karenanya, semua pihak untuk melakukan upaya dalam mencegah terjadinya pencemaran minyak di perairan Indonesia.
“Entah itu dari kegiatan di kapal maupun pelabuhan. Baik itu dalam skala besar maupun kecil, di kawasan pantai ataupun pelabuhan yang bersumber dari kegiatan operasional kapal harus dicegah,” tegas Menhub saat membuka Simposium Internasional Penanggulangan Tumpahan Minyak di Jakarta, Rabu (28/11).
Peserta simposium ini berasal dari kalangan akademisi, praktisi, pejabat pemerintah, penggiat lingkungan serta perwakilan dari 15 negara. Simposium bekerjasama dengan Universitas Negeri Balikpapan dan PT Slickbar Indonesia itu terinspirasi dari peristiwa tumpahan minyak di Balikpapan yang terjadi 31 Maret 2018 lalu.
Saat ini, kata Budi, Kemenhub bersama beberapa pemangku kepentingan tengah menyusun prosedur tetap penanggulangan yang mencakup tumpahan minyak dan berbahaya di kawasan perairan. “Kami berharap keterlibatan aktif dari para stakeholder,” ucapnya.
Budi mengatakan, tumpahan minyak di perairan Balikpapan beberapa waktu lalu merupakan pengalaman berharga bagi pemerintah dan pengusaha. Kejadian ini juga menjadi sebuah peringatan terhadap perlunya kesiapsiagaan penanggulangan tumpah minyak sesuai peraturan dan undang-undang berlaku.
Perlindungan terhadap lingkungan maritim sudah tertuang dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan menteri dan regulasi lain. Dengan rekomendasi ini, Budi menjelaskan, semua pihak terkait dari operator kapal sampai petugas di lepas pantai wajib memenuhi persyaratan pencegahan dan penanggulangan.
Sementara itu, Chairman Slickbar Indonesia Bayu Satya menjelaskan, belum ada kesadaran aktif yang dapat mencegah dampak buruk dari tumpahan minyak di kawasan perairan. Padahal, begitu minyak tumpah, kandungan racun bergerak bersama air laut dan terbawa arus hingga bisa dikonsumsi ikan maupun biota laut.
Tidak sampai di situ, manusia yang mengonsumsi ikan tersebut juga dapat terkena dampak. Di antaranya, kemungkinan munculnya penyakit berbahaya seperti kanker kulit dan bahkan hilangnya daya ingatan. “Kerja sama dengan pemangku kepentingan diyakini dapat mengatasi permasalahan ini,” ujarnya. (Nikson/balipost)