DENPASAR, BALIPOST.com – Pascamengeluarkan surat tentang keputusan rapat permasalahan desa pakraman, DPRD Bali akan mengundang kembali Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) dan stakeholder terkait. Tujuannya, untuk merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan persoalan pengenaan biaya terhadap objek di desa pakraman.
“Apakah itu menyangkut tentang pendatang, tata kelola kependudukan, investasi, pendapatan desa, usaha pariwisata, itu kita akan rumuskan lagi tentang istilah penamaannya. Kedua menyangkut tentang rasionalisasi, parameter besarannya,” kata Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta saat dikonfirmasi, Rabu (28/11).
Sejauh ini, Parta meyakini semua pihak terutama kepolisian pasti menaati keputusan rapat yang digelar di gedung dewan, Selasa (13/11). Berdasarkan isi surat dewan yang sudah dikirim kepada Gubernur Bali, Kapolda Bali, Kejaksaan Tinggi Bali, Pengadilan Tinggi Bali, dan MUDP, sedikitnya ada 6 poin keputusan rapat.
Pada poin pertama, hasil rapat mengingatkan tentang sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengakuan dan perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya. Di poin kedua, eksistensi desa adat semakin diperjelas lewat pengakuan, perlindungan, dan otonomi dalam melaksanakan tugas dan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada poin pertama.
Di poin ketiga, barulah disebutkan mengenai Polda Bali dan jajaran, Tim Saber Pungli di Provinsi Bali, dan aparat penegak hukum lainnya di wilayah hukum Provinsi Bali telah sepakat untuk melakukan upaya tindakan persuasif dan tidak melakukan upaya penindakan serta yustisi terhadap pungutan-pungutan yang dilakukan desa pakraman sesuai awig-awig, pararem, dan keputusan desa pakraman.
Selanjutnya di poin keempat, pemprov dan pemerintah kabupaten/kota, serta penegak hukum wajib melakukan pembinaan, pendampingan, dan advokasi kepada desa pakraman di dalam menyempurnakan dan menyusun aturan-aturan adat di desa pakraman. Poin kelima, MUDP melakukan pembinaan dalam penyempurnaan aturan-aturan adat di desa pakraman. Poin terakhir, desa pakraman segera memperbaiki tata kelola dan manajemen pendapatannya. “Itu kan pernyataan di sidang dewan, direkam semua orang,” jelas Parta.
Politisi PDI-P ini menambahkan, rencana mengundang kembali MUDP dan stakeholder terkait merupakan upaya jangka pendek. Utamanya sebelum ada pembahasan mengenai rancangan perda tentang desa adat. “Ini untuk jangka pendeknya dulu, untuk melakukan penataan,” tandasnya.
Berkaitan dengan desa pakraman/adat, Gubernur Bali Wayan Koster sebelumnya mengatakan, kedudukan desa dinas dan desa adat juga masuk dalam rancangan undang-undang tentang Provinsi Bali. RUU tersebut kini sudah hampir selesai dan target disahkan DPR-RI pada 2019. “Supaya dua desa ini mendapat pengakuan secara kuat melalui undang-undang. Kalau sekarang ini di undang-undang yang diakui kan cuma desa dinas, desa adatnya tidak. Padahal yang paling harus kita lindungi di Bali ini adalah desa adatnya. Jadi sekarang timpang kita,” ujarnya.
Sebelum undang-undang itu selesai, lanjut Koster, perda tentang desa adat juga akan segera diajukan ke DPRD Bali. Konsep perda bahkan sudah selesai dan akan diajukan awal Desember mendatang. DPRD Bali bahkan diminta untuk memprioritaskan pembahasan perda desa adat, karena begitu rampung, tidak akan ada lagi tuduhan pungli atau OTT di desa adat. (Rindra Devita/balipost)