DENPASAR, BALIPOST.com – Pemprov Bali tidak pernah menganggarkan beasiswa miskin sejak mengambil alih kewenangan SMA/SMK pada 2017 lalu. Alasannya, anggaran yang ada tidak mencukupi untuk beasiswa. Kendati alokasi anggaran untuk fungsi pendidikan sudah lebih dari 20 persen, namun mayoritas dipakai untuk gaji pendidik dan tenaga kependidikan.
“Gaji guru saja sudah lebih kurang hampir Rp 1 triliun. Itu yang menyebabkan, sehingga memang tidak ada dana,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, TIA Kusuma Wardhani dikonfirmasi, Kamis (29/11).
TIA menambahkan, bantuan untuk siswa miskin kini menjadi agenda pemerintah pusat lewat Kartu Indonesia Pintar (KIP). Siswa miskin di sekolah negeri dan swasta harus memenuhi persyaratan tertentu untuk bisa mendapatkan KIP yang besarannya Rp 1 juta per anak.
Sementara dalam APBD Provinsi Bali, tidak ada anggaran lagi yang tersisa untuk beasiswa miskin di tahun 2018 maupun di 2019 mendatang. Menurutnya tidak tepat saat ada yang mengatakan bila beasiswa miskin dari Pemprov belum dicairkan, karena kenyataannya memang tidak ada anggaran untuk itu.
“Lupa menganggarkan juga tidak, karena memang uangnya tidak ada. Kalau uang besar kan tidak mungkin lupa. Uangnya yang memang tidak ada. Kegiatan kita (Dinas Pendidikan, red) saja berkali-kali dirasionalisasi,” jelasnya.
Tia tak menampik, pihaknya memang pernah memberikan bantuan untuk siswa SD sebesar Rp 620 ribu/siswa, siswa SMP Rp 890 ribu/siswa, siswa SMA Rp 2 juta/siswa, dan siswa SMK Rp 3,2 juta/siswa.
Namun saat SMA/SMK menjadi kewenangan provinsi di tahun 2017, dana itu tidak lagi diberikan, baik untuk SD, SMP, maupun SMA/SMK. Sebab, anggaran fungsi pendidikan di provinsi lebih banyak tersedot untuk gaji, lalu BOS dan BOP untuk SMA/SMK dan SLB. Khusus untuk BOS, masing-masing siswa menerima Rp 1,4 juta di sekolah negeri dan swasta.
“Semua uang ini ke sekolah. Bantuan operasional kepada sekolah, tenaga kontrak, kan semua (ditanggung) provinsi. Kalau dulu kan tenaga kontraknya ada di kabupaten/kota, provinsi tidak. Sekarang kan semua tenaga kontrak yang ada di SLB, SMK/SMK dibayar oleh provinsi,” terangnya. (rindra/balipost)