BANYUWANGI, BALIPOST.com – Hutan alami di Taman Nasional Alas Purwo dan Kawah Ijen Banyuwangi akhirnya ditetapkan sebagai kawasan Taman Bumi atau Geological Park (Geopark) Nasional 2018. Dua kawasan alami di Kabupaten Banyuwangi ini mendapatkan predikat B , dari lima kriteria yang ditetapkan.
Taman Nasional Alas Purwo dikenal memiliki baragam hayati dan satwa langka. Sedangkan, Kawah Ijen terkenal dengan api biru dan kawah hijau yang eksotik. “Dengan status geopark ini, akan semakin melengkapi keberadaan blue fire Ijen dan Taman Nasional Alas Purwo yang sebelumnya ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO. Sekaligus ini akan memperkuat posisi Banyuwangi yang menyajikan ekowisata, pariwisata berbasis alam,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas usai menerima sertifikat Geopark Nasional di Bogor, Jumat (30/11).
Predikat Geopark Nasional ini, lanjut Anas, diharapkan bisa naik menjadi UNESCO Geopark Global (UGG). Rencananya, dinilai tahun depan. “Beberapa rekomendasi yang diberikan oleh komite akan segera kita tindak lanjuti,” jelasnya.
Menurut Anas, ada tiga situs yang diajukan. Masing-masing, blu fire Ijen, Alas Purwo dan fenomena api biru terluas di dunia. Apalagi, Kawah Ijen dengan penambangan belerang dikenal sebagai kawah terasam di dunia.
Anas melanjutkan, selain Ijen, pihaknya memiliki kawasan Pulau Merah dan Alas Purwo dengan fenomena mineralisasi.
Menurut Anas, Pulau Merah merupakan sisa dari perjalanan magma di bawah gunung api purba.
Singkapan batuan di Pulau Merah sangat ideal dijadikan laboratorium geologi dunia untuk mempelajari proses alterasi dan mineralisasi emas tembaga. Sedangkan, jejak geologi di dalam Gua Istana di Alas Purwo menggambarkan daerah tersebut merupakan laut dangkal yang mengalami proses geologi sampai menjadi daratan.
Anas menambahkan, Geopark Banyuwangi juga didukung keberagaman hayati (biodiversity) dan cultural diversity. Dicontohkannya, di kawasan Ijen ada 14 jenis flora dan 27 fauna, dengan 6 jenis mamalia.
Sedangkan, Alas Purwo merupakan rumah bagi 700 flora, 50 jenis mamalia, 320 burung, 15 jenis amfibi, dan 48 jenis reptil. “Dengan segala kekhasan yang kami miliki mulai dari geologi, flora dan fauna, hingga warisan budaya, maka kami sejak awal telah mengangkat ekoturisme sebagai dasar pengembangan pariwisata kami,” jelas Anas.
Saat ini, Indonesia baru memiliki empat UNESCO Geopark Global dan 15 Geopark Nasional. Dari 19 geopark bertaraf internasional dan nasional tersebut, telah menyumbang 35 persen dari total ekowisata di Indonesia.
Penetapan Geopark Nasional harus memenuhi lima kriteria. Mulai dari geologi dan bentang alam, struktur geopark, penafsiran atas bentang alam, pengelolaan potensi ekonomi, hingga rencana jejaring pengembangan geopark itu sendiri. (Budi Wiriyanto/balipost)