Di Indonesia baru ada tiga koperasi yang dipercaya sebagai penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dan salah satunya koperasi yang ada di Bali. Padahal, ada seribu lebih koperasi di Bali. Dan itu karena persyaratannya yang belum bisa dipenuhi oleh koperasi-koperasi itu.
Serapan KUR di Bali sangat tinggi yaitu sudah melampaui 90% dengan tingkat pengembalian baik terbukti dengan NPL yang rendah. Di balik manfaat baik yang sudah diterima oleh para debitur yang adalah pelaku usaha UMKM ada sisi kurang baik yang dirasakan oleh koperasi. Ada banyak debiturnya yang beralih menggunakan KUR di mana penyalurnya didominasi oleh lembaga keuangan nonkoperasi.
Di saat sekarang, ada banyak koperasi yang kesulitan melempar kredit reguler kalah di dalam suku bunga dengan KUR. Sehingga cukup banyak koperasi sekarang yang memiliki likuiditas gemuk atau idle money.
Uang tidur ini harus disalurkan agar tidak membebani keuangan koperasi yang berujung pada hilangnya potensi pendapatan. Salah satu caranya adalah mengubahnya dari bentuk produk kredit reguler menjadi KUR.
Seperti kita ketahui bahwa pemerintah tidak menggelontorkan dana kepada pihak penyalur KUR tetapi hanya memberikan dana pengganti atas selisih bunga dari suku bunga kredit reguler dengan KUR sehingga besaran pendapatan bunga yang diterima penyalur relatif tetap sama atau tidak berkurang.
Tentu hal ini memerlukan semangat yang sama besar antara dinas koperasi sebagai pembina, pemerintah sebagai regulator dan para praktisi koperasi untuk sama-sama membenahi koperasi agar apa yang menjadi persyaratan sebagai penyalur KUR bisa dipenuhi terutama penyangkut ratio-ratio yang menjadi dasar penilaian kesehatan koperasi.
I Nyoman Punia
Jalan Majahaptih, Lingkungan Palasa-Kuta