DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Bupati Jembrana dua periode, Prof. Dr. Drg. I Gede Winasa terus melakukan perlawanan atas vonis tujuh tahun dalam perkara dugaan korupsi program beasiswa pendidikan untuk mahasiswa Stikes dan Stitna Jembrana.
Salah satu bentuk perlawannya, Selasa (4/12) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan jaksa I Gede Artana dan majelis hakim PK pimpinan Angeliky Handayani Day.
Saat disinggung soal alasan PK, Winasa yang didampingi kuasa hukumnya Ketut Nurasa, membeber sejumlah pertimbangan. Salah satunya masih soal Peraturan Bupati (Perbup) Nomor. 04 Tahun 2009 tentang Beasiswa.
Winasa mengatakan bahwa perbup inilah yang mengantarnya menuju hotel prodeo. Padahal Perbup 04 tahun 2009 itu tidaklah ada. Karena saat itu dia sendiri menjabat bupati Jembrana. Yang dijadikan bukti oleh pihak kejaksaan hanyalah foto kopy, yakni perbup tanpa stempel, tanpa paraf sekda dan tanpa tandangan dirinya selaku bupati. Walau terlihat ada tandatangan, itu tandatangan saya dipalsukan. Namun justeru Perbub 04 tahun 2009 itu kemudian dipakai dasar audit BPKP hingga ditemukan kerugian sekitar Rp 2,3 miliar.
“Kalau memang ada asli Perbub 04/2009 itu, tolonglah tunjukkan pada saya. Saya lo bupatinya saat itu, dan DPRD juga mengatakan tidak ada perbup itu. Memang ada perbup turun dari langit?,” sanggah Winasa, dengan suara lantang.
Namun apa daya, bahwa perbup yang tidak ada, menurut Winasa, diterima sebagai barang bukti oleh majelis hakim. Padahal membuat perbup itu ada prosedurnya baik melalui sekda, asisten maupun dari kabag hukum untuk dikemudian dilakukan verifikasi.
Produk Perbup 04/2009 yang dipakai alat bukti, kok tidak ada proses seperti itu. Inilah yang kemudian disayangkan Winasa, karena perbup yang tidak ada kemudian seolah-olah diadakan.
Sambung kuasa hukumnya Nurasa, apa yang dilakukan Prof. Winasa itu adalah menjalankan implementasi dan kepedulian atas perintah UUD 1945, yakni mensejahterakan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena beasiswa yang diberikan pada 300 mahasiswa di Jembrana real dan sudah diterima mahasiswa.
“Ada sekitar 300 mahasiswa yang menerima beasiswa dengan nilai Rp 3 juta per semester. Kalau dana itu masuk kantong Winasa, ya wajar saya disebut korupsi. Lah, ini semua dana diterima mahasiswa,” sambung Winasa.
Alasan lain soal PK adalah hirarki UU No. 12 tahun 2011, di mana dalam Perda, Perbup dan lainnya, kata Prof. Winasa, tidak ada hukuman pemidanaan. Namun jika ada pelanggaran hukuman dikenakan pemidaan seperti denda. Dan alasan ketiga adalah bahwa dengan adanya Perbup 04/2009 yang dijadikan barang bukti, muncul audit BPKP hingga ditemukan kelebihan membayar. Padahal, sambung dia, perbup itu tidaklah ada. (miasa/balipost)