Ilustrasi

DENPASAR, BALIPOST.cm- Setelah Mantan Kepala LPD Kapal, Badung, diadili perkara korupsi dan juga dijerat tindak pidana pencucian uang, mantan Kepala LPD Desa Pekraman Sega, Abang, Karangasem, terdakwa I Wayan Sumadiyasa alias Mangku Ketur (39) juga diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Terdakwa duduk di kursi pesakitan atas dugaan menilep dana nasabah untuk kepentingan pribadinya. Menurut JPU Andri Kurniawan bersama Agung Jayalantara dan Santiawan, terdakwa diduga merugikan keuangan LPD hingga Rp 584 juta.

Dakwaan dakwaan primair dijelaskan, bahwa terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang hubungannya sedemikian rupa. Sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut secara melawan hukum, memperkara diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Selain itu dalam dakwaan subsidair, bahwa terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara.

Baca juga:  Mantan Ketua LPD Bugbug Diadili Kasus Korupsi

Juga didakwa telah melakukan perbuatan berlanjut secara melawan hukum, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya. Atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Atas perkara itu, terdakwa dijerat Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 8 jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Diuraikan jaksa, terdakwa menyalahgunakan tabungan atau simpanan nasabah LPD Desa Adat Sega sejak 2004 sampai 2009 untuk kepentingan pribadi terdakwa. Terdakwa membuat laporan neraca keuangan LPD tersebut bulan April 2010 tidak sesuai dengan data yang sebenarnya.

Baca juga:  Liga Ditunda, Pemain Berwisata Alam

Dalam mengelola LPD itu dari tahun 2004 hingga tahun 2010 terdakwa menerima tabungan atau simpanan dari nasabah yang ada di Banjar Bunutan. Namun terdakwa tidak melaporkan dan menyetorkan uang nasabah itu kepada kasir LPD, Ni Komang Yani (saksi). Sehingga pencatatan adminitrasi terkait transaksi keuangan LPD tidak sesuai.

Tahun 2009 saksi Ni Komang Yani mengundurkan diri sebagai kasir LPD, dan diambil alih oleh terdakwa. Sehingga pengelolaan transaksi keuangan LPD dilakukan oleh terdakwa. Di bawah pengelolaan terdakwa, jumlah kas masuk dana LPD kurang dari kas keluar.

Untuk menutupi itu, terdakwa mencatat peminjam atau debitur yang belum membayar bunga, seolah-olah telah membayar. Itu dilakukan terdakwa agar LPD terlihat dalam kondisi baik atau tetap mendapatkan keuntungan, padahal kondisi keuangan LPD bermasalah.

Baca juga:  Keberadaan Perda Lebih Perkuat Desa Adat dan Saling “Gisi”  

Perbuatan terdakwa dilakukan berulang-ulang menggunakan uang nasabah untuk kepentingan pribadi. Pada tahun 2010 LPD mulai mengalami kemacetan. Sehingga nasabah yang akan menarik tabungan tidak dapat dilayani.

Terdakwa beralasan, LPD tidak memiliki dana sebanyak yang diminta oleh nasabah. Permasalahan itu pun menyebar dan diketahui oleh seluruh nasabah.

Kemudian saksi Komang Oka selaku Bendesa Adat mendapat laporan prihal kondisi LPD. Juga dibuat tim penyelamatan LPD, dan mengundang terdakwa dalam paruman (rapat desa adat) guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Dalam pertanggungjawaban itu, terungkap terdakwa membuat catatan peminjam atau debitur fiktif sebagai warga Desa Adat Sega. Selain itu terdakwa juga membuat laporan neraca bulanan LPD untuk bulan April 2010 yang telah dimanipulasi dengan jumlah yang seimbang. Namun pada kenyataannya terdapat selisih,” beber Jaksa Andri Kurniawan. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *