Pemangku yang juga juru kunci menunjukkan pepunden Mbah Dharma di Dusun Sukorejo, Desa Sukorejo, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi. (BP/udi)

BANYUWANGI, BALIPOST.com – Bekas kekuasaan era Blambangan, Banyuwangi banyak memiliki pepunden bersejarah. Disakralkan warga setempat. Seperti, pepunden Hyang Dharma di Dusun Sukorejo, Desa Sukorejo, Kecamatan Bangorejo.

Petilasan yang diyakini peninggalan zaman Majapahit tersebut menjadi jujugan warga mencari berkah. Apalagi, jelang pemilihan legislatif (Pileg) seperti sekarang.

Pepunden Hyang Dharma berbentuk batu lempeng berukuran besar. Lokasinya persis di tengah kampung setempat, di tanah kas desa. Di dekat pepunden dibangun Pura Hyang Dharma. “Pepunden ini adalah warisan temuan leluhur. Sejarahnya, katanya peninggalan zaman Majapahit,” kata juru kunci yang juga pemangku pura setempat, Romo Mangku Gondo Utomo, belum lama ini.

Baca juga:  Dua Caleg Incumbent di Gianyar Dikenai Sanksi Teguran Tertulis

Pria lanjut usia ini menuturkan, tidak ada sejarah tertulis terkait pepunden Hyang Dharma. Konon, yang menemukan pertama kali adalah Mbah Darma. Namun, dahulu banyak kejadian mistis di lokasi. Salah satunya, tahun 1980, lahan di pepunden itu dibeli oleh warga keturunan. Lalu, pohon beringin besar di dekat pepunden dipotong. Keanehan muncul. Keluarga yang membeli tanah tersebut meninggal.

Akhirnya, lahan dijual lagi dan dibeli sebagai lahan kas desa. “Sejak dahulu, pepunden ini sudah disakralkan dan menjadi tempat mencari berkah. Warga, kalau mau hajatan pasti pamitan ke sini,” jelasnya.

Baca juga:  Kemenhub-Banyuwangi Sepakat Kembangkan Bandara Blimbingsari

Selain warga biasa, di momen tertentu, pepunden Mbah Dharma ramai dikunjungi. Mereka datang dari kalangan caleg atau para calon kades yang akan bertarung di jalur politik. Bahkan, dahulu banyak juga warga yang meminta penyembuhan di pepunden ini. “Kalau sekarang, masih ada juga yang datang. Dari Bali dan daerah lain di Indonesia juga banyak,” sebutnya.

Biasanya, Kamis malam pengunjung sedikit meningkat. Mereka menggelar selamatan dan berdoa. Ada juga juga begadang semalam suntuk di lokasi.

Selain berbentuk batu besar, di pepunden Mbah Dharma terdapat sembilan batu kecil yang mengelilinginya. Dahulu, kata Gondo, pepunden tersebut sempat akan diuruk. Lagi-lagi, kejadian aneh muncul. Akhirnya, hingga sekarang, pepunden tersebut tetap dilestarikan.

Baca juga:  Aci Ngusaba Nini di Desa Adat Jasri, Ida Bhatara Nyejer 3 Hari

Setiap tahun, warga menggelar selamatan di lokasi pepunden. Pepunden ini juga menjadi cikal bakal desa setempat. Nama Desa Sukorejo, diambil dari dua suku kata Jawa, Suko artinya berbahagia dan Rejo artinya ramai.

Di dekat pepunden juga terdapat sungai Suko, airnya tak pernah kering sepanjang tahun. Warga meyakini, mata air inilah yang memberikan kemakmuran bagi warga setempat. Sebab, mayoritas warga bertani. Umat Hindu di desa setempat juga membangun pura persis di samping pepunden. (Budi Wiriyanto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *