MANGUPURA, BALIPOST.com – Permasalahan sampah di kawasan Kuta Selatan, sampai saat ini belum mendapat solusi terbaik. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, serta banyaknya akomodasi pariwisata, sampah yang dihasilkan juga semakin banyak.
Hal ini juga memunculkan banyaknya tempat pembuangan akhir (TPA) liar di kawasan Kuta Selatan. Pengelolaannya sebagian besar menggunakan sistem Sanitary Landfill yaitu sistem pengelolahan sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah.
Kondisi ini bisa menimbulkan masalah, tak hanya bau, namun juga bisa mengakibatkan penyakit. Untuk itu, sejumlah TPA liar di kawasan Kuta Selatan akan ditutup.
Seperti keberadaan TPA di kawasan Kampial, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan yang sudah ada sejak hampir puluhan tahun lalu. Keberadaan TPA ini tentu akan menimbulkan berbagai masalah. Karena, lokasi TPA yang menutupi aliran sungai disana, tumpukan sampah yang cukup tinggi ini sangat rawan permasalahan.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Badung, Putu Eka Merthawan, tumpukan sampah hingga saat ini sudah hampir mencapai 10 meter. Bahkan, akibat volume sampah yang cukup banyak, sungai yang merupakan saluran buang dari Nusa Dua dan Kampial hampir terturup. Hal ini akan berdampak pada saat musim hujan.
Tidak hanya itu, banyak botol kaca bekas limbah hotel yang berserakan, begitu juga sampah plastiknya. Terhadap kondisi ini, pihaknya akan mengambil tindakan.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan tindakan penutupan sementara terhadap TPA ini. Tidak hanya menutup, pihaknya akan mencari tahu hotel mana saja yang berlangganan membuang sampah kesana. “Ini tidak mungkin sampah dari warga, sudah jelas ini sampah dari hotel. Kami perkirakan ada sebanyak enam usaha hotel yang berlangganan membuang sampah di sana,” ujarnya.
Ditegaskan Eka Merthawan, pihaknya akan mengeluarkan surat edaran dari LHK. Seluruh hotel yang beroperasi di kawasan Badung, wajib berlangganan membuang sampah kepada jasa sampah yang sudah mendapat legalisasi dari LHK.
Saat ini, dari 84 jasa sampah, baru dua yang memiliki legalisasi. Itupun baru sebatas legalisasi level rekomendasi. “Kami sekarang akan terus mengawasi sumber sampah, bahkan pengawasan terhadap sumber sampah akan diperketat,” tegasnya.
Mulai tahun 2019, akan diefektifkan bahwa jasa sampah harus mempunyai lisensi dari LHK. Sabagai langkah penertiban, pihaknya akan melakukan langkah preventif melalui pembinaan. Kalau nanti setelah dibina, masih nakal, tentu akan digunakan UU 18 tahun 2008 dengan Perda no 7 tahun 2013, dan akan diserahkan kepada penindakan dari pihak kepolisian. “Nanti semua akan diperlakukan seperti ini,” katanya. (Yudi Karnaedi/balipost)