Oleh Djoko Subinarto
Defisit air bersih menjadi salah satu ancaman terbesar kota-kota kita, termasuk kota-kota yang ada di Provinsi Bali. Solusi komprehensif dibutuhkan demi mencegah terjadinya kelangkaan air yang dapat mengganggu aspek ketahanan pangan, ketahanan energi dan sekaligus memicu disrupsi serta konflik sosial.
Seperti diwartakan Bali Post, Senin (10/12), saat ini Bali mengalami defisit air bersih dengan jumlah sangat besar. Menurut penelitian Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara, jumlah defisit air bersih di Bali mencapai hingga dua miliar meter kubik.
Masalah ketersediaan air bersih sama sekali tidak boleh dianggap sepele, karena ia dapat menjadi bom waktu yang siap meledak dan memicu lahirnya disrupsi dan konflik sosial dahsyat pada masa depan. Sebagaimana kita ketahui, salah satu problem nyata yang dihadapi kota-kota kita dewasa ini adalah terus membengkaknya kebutuhan air bersih seiring dengan kian bertambahnya jumlah penduduk kawasan perkotaan.
Sebagai salah satu unsur penopang penting kehidupan, air senantiasa kita perlukan. Pertanian merupakan sektor terbesar yang membutuhkan pasokan air. Hampir semua aktivitas pertanian memerlukan air. Karenanya, kelangkaan air akan berpengaruh besar terhadap sektor pertanian.
Sementara itu, air juga dibutuhkan dalam proses produksi berbagai jenis energi, mulai dari penambangan batu bara, produksi minyak dan gas hingga pembangkit tenaga listrik. Dengan demikian, tersedianya pasokan air yang memadai ikut pula menjamin pasokan energi masa depan.
Rata-rata setiap orang membutuhkan air bersih antara 20-50 liter setiap hari untuk berbagai keperluan, seperti untuk minum, mandi, memasak, mencuci pakaian dan sebagainya. Kendatipun planet Bumi yang kita huni ini sebagian besar terdiri dari air, hanya tiga persen saja yang berupa air tawar. Sisanya adalah air asin.
Kajian yang dilakukan oleh US Geological Survey menunjukkan lebih dari 68 persen air tawar tersimpan di kawasan glasier dan kawasan pegunungan es, 30 persen tersimpan di bawah tanah dan hanya 0,3 persen yang tersimpan di permukaan bumi seperti di danau, sungai, dan rawa-rawa.
Menurut National Security Agency (NSA), Amerika Serikat, sepuluh tahun mendatang, kelangkaan air bersih akan menjadi masalah yang kian pelik di banyak belahan dunia. Jika tidak ditangani secara sunguh-sungguh, kelangkaan air bersih ini pada gilirannya bakal menyebabkan turunnya produksi bahan-bahan makanan, mengganggu ketahanan energi, menurunkan pertumbuhan ekonomi, dan menimbulkan wabah sejumlah penyakit.
Tidak Bertambah
Kota-kota besar di negeri ini dapat menghadapi ancaman defisit air bersih yang semakin besar pada masa depan. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah terus membengkaknya jumlah penduduk kawasan perkotaan yang tidak dibarengi dengan bertambahnya sumber-sumber pasokan air bersih yang memadai.
Repotnya, selain sumber-sumber pasokan air bersih yang cenderung tidak bertambah, pencemaran terhadap sumber-sumber air malah kian meningkat dan bertambah luas. Bukan rahasia lagi, semakin banyak saja sumber air di sekeliling kita yang kini terdegradasi karena pencemaran. Faktanya, sebagian besar rumah tangga yang berada di kawasan aliran sungai di kawasan perkotaan di negeri ini membuang limbah rumah tangga mereka ke sungai — belum lagi limbah yang dibuang oleh kalangan industri.
Agar persoalan penyediaan air bersih di kota-kota kita tidak menjadi bom waktu yang siap meledak dahsyat di masa depan, diperlukan sejumlah langkah strategis dalam upaya menjamin ketahanan air di kawasan perkotaan untuk saat ini dan untuk waktu yang akan datang. Secara garis besar, langkah-langkah strategis itu mencakup hal-hal sebagai berikut.
Pertama, selain merawat dengan sebaik-baiknya sumber-sumber air yang masih ada saat ini, para pengelola kota harus secepatnya pula mengamankan sumber-sumber air potensial yang ada. Jangan sampai sumber-sumber air itu rusak dan musnah atau dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kedua, efisiensi dalam penggunaan air. Gerakan hemat air perlu digalakkan di seluruh kawasan perkotaan di negeri ini. Sejauh ini, masih banyak warga yang demikian mudah menghambur-hamburkan air bersih untuk aktivitas yang kurang begitu penting. Efisiensi penggunaan air ini juga berlaku dalam soal penyedotan air tanah.
Pasalnya, kondisi air bawah tanah di sejumlah kota kita saat ini semakin kritis akibat pengambilan air yang berlebihan dan tidak terkendali. Akibatnya, permukaan air tanah di sejumlah kota mengalami penurunan yang membuat sebagian kawasan perkotaan kita semakin ambles.
Ketiga, menambah jumlah sumber pasokan air. Selama ini Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) masih sangat kesulitan dalam melayani kebutuhan air minum segenap warganya. Pasalnya, PDAM menghadapi keterbatasan dalam soal sumber pasokan air baku. Oleh karena itu, investasi besar-besaran untuk mendapatkan tambahan jumlah sumber pasokan air baku perlu terus diupayakan.
Keempat, mengantisipasi perubahan iklim. Perubahan iklim tidak mungkin dihindari. Selain membuat suhu permukaan bumi makin panas, permukaan air laut meningkat dan laut menjadi semakin asam, perubahan iklim menjadikan pula tingkat curah hujan meninggi di sejumlah kawasan tertentu dan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan. Dengan demikian, kemungkinan kelangkaan air bersih akan semakin besar.
Kelima, menjalin kerja sama harmonis antarpemerintah daerah dalam bidang konservasi air. Keberadaan sebuah kota tidak bisa dilepaskan dari kawasan-kawasan di sekitarnya. Baik dan buruknya kualitas sumber air bagi sebuah kota dipengaruhi pula oleh kualitas lingkungan yang ada di daerah-daerah sekitarnya. Karenanya, kerja sama yang harmonis dan sinambung antardaerah dalam konservasi air mutlak diperlukan.
Pada akhirnya, kita berharap semoga para pengelola kota di Provinsi Bali mampu menjamin ketahanan airnya dengan baik sehingga disrupsi dan konflik sosial akibat kelangkaan air bersih tidak bakal sampai pernah terjadi.
Penulis adalah kolumnis dan blogger