Pemandangan hamparan sawah yang asri di Desa Nyambu. (BP/san)

TABANAN, BALIPOST.com – Desa wisata (Dewi) kini banyak berkembang di sejumlah kabupaten/kota. Salah satunya di Tabanan, yang juga aktif mengembangkan Dewi untuk memajukan perekonomian di daerah itu melalui sektor pariwisata.

Meski banyak Dewi yang berlomba-lomba meningkatkan angka kunjungan wisatawan, Desa Nyambu, Kediri tidak lah demikian. Menjadi Dewi sejak 2016, Desa Nyambu hanya dikunjungi sejumlah wisatawan.

Kunjungan wisatawan yang tinggi bukanlah tujuan utama dibentuknya Dewi. Perbekel Desa Nyambu, Ida Bagus Putu Sunarbawa mengatakan luas Desa Nyambu sekitar 387 hektar. Dari luasan ini, 61 persennya masih merupakan lahan pertanian. Selain memiliki pertanian, di desa ini juga memiliki sumber air yang melimpah dan jajaran Pura.

Baca juga:  Buka untuk Wisman, Seratusan Unit Usaha Pariwisata di Denpasar Sudah Kantongi Sertifikat CHSE

Adanya potensi ini, agar tidak dijarah pembangunan beton, baik itu usaha toko modern hingga perumahan, pihak desa melalui BUMDesnya mengelola desa wisata. “Desa wisata Nyambu boleh dikatakan berbeda dari desa wisata yang lain. Jika yang lain berharap kunjungan tinggi, maka kita justru tidak menerima banyak wisatawan datang dalam sekali tour. Sebab, tujuan untuk membuat desa wisata adalah untuk mempertahankan kelestarian alam dan budaya di sini, bukan merusak alamnya,” ujar Sunarbawa saat ditemui Rabu (12/12).

Ia melanjutkan wisatawan yang datang ke Desa Nyambu biasanya adalah orang-orang yang memiliki ketertarikan khusus akan alam. Sehingga kebanyakan yang datang adalah pelajar untuk studi tour, LSM, dan wisatawan yang peduli lingkungan.

Baca juga:  Bangun Candi Bentar Tak Proporsional, Konsultan Pengawas Proyek Penataan Pantai Legian Dapat Teguran Keras

Wisatawan yang datang ditawarkan paket tour berjalan kaki menikmati pemandangan sawah atau menggunakan sepeda. Ada juga tour mengunjungi perajin ukir, melukis, sampai membuat jajan.

Dalam menjalankan desa wisata ini, Desa Nyambu memberdayakan SDM lokal, baik untuk jadi guide sampai penyediaan fasilitas sepeda. “Misalkan bagi subak yang dilalui sawahnya ada nilainya. Atau perajin ukir dan pembuat jajan yang dikunjungi dapat nilai. Nanti mereka mendapatkan pendapatan sesuai nilai ini,” jelas Sunarbawa.

Agar adil, setiap kunjungan wisatawan digilir tempatnya. Tidak hanya dari sana, pendapatan masyarakat juga didapat dari penyewaan sepeda. Meski sudah memiliki 20 sepeda, terkadang jumlah ini tidak mencukupi. Di sinilah peran masyarakat masuk, mereka menyewakan sepeda yang mereka punya ke wisatawan.

Baca juga:  Tahun Ajaran Baru, Sekolah di Jembrana Masih Belajar Dengan Pola Daring

Setelah tiga tahun berjalan, menurut Sunarbawa, masyarakat semakin peduli akan kelestarian lingkungan. Bahkan lahan pertanian di Desa Nyambu jika dibandingkan tahun sebelumnya tidak berkurang banyak dan belum dirampas oleh pembangunan beton. “Bisa dilihat di Desa Nyambu masih bebas dari toko berjejaring begitu juga perumahan. Lahan pertanian pun walau memang ada pengurangan tapi cuma nol koma sekian persen,” ujar Sunarbawa. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *