DENPASAR, BALIPOST.com – Salah satu pasal yang akan diubah dalam Perda No.16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali adalah pasal 122 tentang APZ Kawasan Peruntukan Pariwisata. Akan ada penambahan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Yakni, dari 40 persen menjadi maksimal 50 persen pada Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD), serta menjadi maksimal 40 persen dari sebelumnya 10 persen untuk KDB KSPKD/KDTWK (Kawasan Strategis Pariwisata Khusus Daerah).
Untuk KSPKD/KDTWK, KWT Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) menjadi maksimal 5 persen dari sebelumnya hanya 2 persen. “Itu kan kita harus mengkluster. Pada daerah-daerah tertentu, KDB-nya memang harus kita tingkatkan,” ujar Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati dikonfirmasi, Rabu (12/12).
Namun demikian, lanjut pria yang akrab disapa Cok Ace ini, kelestarian alam dan lingkungan Bali harus tetap dijaga. Oleh karena itu, perhitungan KDB harus cermat karena sesungguhnya jumlah hutan di Bali sekarang masih dibawah ketentuan yang ada.
Terkait adanya rencana itu, Ketua Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana, A.A. Suryawan Wiranatha menilai penambahan KDB KSPKD/KDTWK dari 10 persen menjadi maksimal 40 persen terlalu tinggi. Pihaknya mengaku tidak setuju. Kalaupun harus bertambah, angka yang masuk akal adalah maksimum 20 persen. “Kita ingin supaya di bawah 30 persen, tidak boleh sampai 30 persen yang KDTWK. Itu kan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus, kalau dia wilayahnya konservasi kayak Bedugul, kalau kita buka KDB-nya sampai 40 persen, dimana lagi kita punya tempat alam terbuka,” ujarnya.
Suryawan menambahkan, KDB hingga 40 persen pada KDTWK sama dengan merusak. Sebab, konsekuensinya Bali akan kesulitan air yang saat ini saja bahkan sudah terjadi. Tentu ini sebagai imbas berkurangnya hutan atau ruang terbuka hijau yang merupakan penyedia air tanah.
Air hujan juga tidak bisa ditampung lagi, karena akan langsung mengalir ke selokan lalu ke laut. KDB hingga 40 persen di KDTWK akhirnya membuat kawasan konservasi ataupun ruang terbuka tidak jauh berbeda dengan daerah perkotaan.
Saat KDB naik menjadi 20 persen pun, itu harus diikuti dengan upaya penanaman pohon lebih banyak lagi. “Memang kita tidak bisa menyamakan, yang di Denpasar koq boleh, ya kebetulan saja di Denpasar itu bukan catchment area. Kenapa Buleleng tidak boleh? kebetulan di situ catchment area. Jadi kita tidak bisa menyamakan, fungsinya harus dijaga. Ini harus berbicara betul dengan orang-orang yang ahli lingkungan,” imbuh Ketua Paiketan Krama Bali ini.
Suryawan meyakini, para pegiat maupun pihak-pihak yang peduli lingkungan pasti tidak akan setuju dengan KDB 40 persen di KDTWK, meskipun mereka bergerak di bidang pariwisata. Sebab, hal ini ke depan akan menyulitkan Bali dalam penyediaan air bersih.
Belum lagi akan muncul masalah-masalah kesehatan dan potensi-potensi bencana seperti banjir dan longsor. “Saya wanti-wanti jangan sembarangan meningkatkan KDB pada KDTWK. Dulu dibuat seperti itu karena memang berbagai macam alasan, sebagai konservasi, daerah rawan bencana dan sebagainya. Tidak sembarangan analisis itu dibuat pada 1990an oleh para ahli,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Suryawan, revisi RTRWP jangan hanya mementingkan ego sektoral. Tidak semua daerah di Bali harus dibangun.
Ada pula yang harus difungsikan sebagai daerah resapan. Dalam one island, one management, daerah resapan atau konservasi dan tidak boleh dibangun mesti dibantu dengan hasil dari daerah yang dibangun. “Kita jangan hanya berpikiran ekonomi saja. Kita harus berpikiran secara holistik, terintegrasi bahwa alam ini harus kita jaga untuk keselamatan, kesehatan kita semua,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Pansus Revisi Perda RTRWP Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan penambahan KDB masih belum diputuskan. Namun pihaknya mengakui, konsep awal yang diajukan eksekutif di Pemprov Bali memang demikian.
Belum lagi ada usulan dari kepala daerah di Bali khususnya Bupati Buleleng untuk menambah KDB. Kendati hanya naik menjadi 20 persen pada kawasan konservasi. Usulan ini pun akan menjadi pertimbangan Pansus. “Belum pasti, bisa nambah, bisa tetap. Ini kan masih belum ada keputusan. Nanti kita kaji lagi lebih rinci apa pertimbangan eksekutif minta sampai 40 persen. Kalau memang masuk akal, kemudian tidak merusak, dan tidak ada kepentingan tertentu, mungkin itu akan menjadi pertimbangan,” jelas Politisi PDIP ini.
Kariyasa menambahkan, semua kabupaten (tidak hanya Buleleng, red) berkepentingan dengan penambahan KDB. Ini melihat daerah-daerah di Bali yang hampir sama, yakni nyegara gunung. (Rindra Devita/balipost)