DENPASAR, BALIPOST.com – Penyuluh Bahasa Bali sejauh ini telah berhasil mendata 25.106 cakep lontar di seluruh desa adat Pulau Dewata. Terbanyak ada di Gianyar sejumlah 7.309 cakep lontar.
Sebagian besar dalam kondisi tidak terawat. Selain itu, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara membaca lontar tersebut. “Membaca saja mereka tidak tahu. Nah, inilah yang nanti akan dilakukan penerjemahan,” ujar Koordinator Penyuluh Bahasa Bali, I Nyoman Suka Ardiyasa disela-sela kegiatan Evaluasi Kinerja Penyuluh Bahasa Bali Tahun 2018, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar, Kamis (13/12).
Menurut Suka, lontar-lontar yang ada sejatinya memiliki banyak manfaat. Salah satunya yang cukup banyak tersebar di masyarakat adalah lontar tentang usadha. Gubernur sendiri memiliki kebijakan untuk membangkitkan kembali usadha Bali.
Dalam hal ini, penyuluh bahasa Bali akan berkontribusi memberikan konten-konten usadha dalam lontar. Namun, pengkajian lebih lanjut tetap diserahkan kepada Pemprov Bali.
Tak hanya lontar tentang usadha, sebagian besar masyarakat mengatakan tidak tahu ketika ditanya apakah mereka mengenal lontar. “(Ketika ditanya) Apakah lontar itu penting, justru mereka mengatakan penting karena mereka tidak tahu. Ini kan ada miss, disini penyuluh akan masuk memberikan informasi secara detail. Lontar itu apa sesungguhnya, sehingga kalau itu baik ya..harus kita jaga, rawat dan kita internalisasi kepada masyarakat,” paparnya.
Suka menambahkan, 25 ribu cakep lontar yang berhasil tercatat merupakan data real lengkap dengan katalognya. Dengan kata lain, lontar-lontar itu telah diketahui judulnya, kondisinya seperti apa, siapa pemiliknya dan dimana lokasinya.
Lontar yang begitu banyak ini membutuhkan perawatan dengan minyak sereh. Kendati Dinas Kebudayaan dan Dinas Pendidikan Provinsi telah rutin menyediakan, rupanya kebutuhan minyak sereh masih belum tercukupi. “Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. Kita (penyuluh, red) hanya memiliki SDM, kalau mengandalkan pemerintah rasanya terlalu besar dengan 25 ribu cakep lontar itu. Ke depan kan kita butuh regulasi dari pemerintah, agar misalnya dana BKK dimanfaatkan untuk itu (penyediaan minyak sereh, red),” jelasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, TIA Kusuma Wardhani mengatakan, penyuluh bahasa Bali memiliki tantangan untuk lebih mengenalkan lontar kepada masyarakat. Terlebih dengan begitu banyaknya lontar yang sudah berhasil didata. Ini juga merupakan salah satu upaya untuk lebih mengajegkan bahasa Bali.
“Pemprov Bali sangat berkepentingan terhadap pelestarian bahasa. Sampai hadir tenaga penyuluh lapangan di masing-masing desa itu merupakan bukti komitmen pemprov,” ujarnya.
Menurut Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati, memang bagus ketika masyarakat menyakralkan lontar. Tapi bukan berarti lontar itu tidak boleh dibaca dan dilihat. “Inilah fungsi penyuluh kita di lapangan untuk memberikan pemahaman. Jangan sampai lontar itu hanya disimpan saja,” ujar Wagub yang akrab disapa Cok Ace ini.
Puluhan ribu lontar yang berhasil didata, lanjut Cok Ace, diharapkan bisa membuka wawasan masyarakat. Terpenting adalah bagaimana mereka dapat mengetahui isi dari lontar-lontar tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta mengapresiasi positif kinerja penyuluh bahasa Bali selama dua tahun terakhir. Pasalnya, apa yang mereka lakukan sangat bermanfaat bagi Bali dan kemajuan budaya Bali. “Mereka menemukan banyak lontar yang selama ini kurang terawat. Diantara lontar-lontar itu juga banyak yang memang sangat bermanfaat untuk Bali,” ujarnya.
Terlepas dari masalah lontar, Politisi PDIP asal Guwang, Gianyar ini kembali mengingatkan penyuluh bahasa Bali terkait penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali pada Februari 2018. Sebab, masih ada penyuluh yang belum mengajukan program kegiatan kepada kepala desa. (Rindra Devita/balipost)