DENPASAR, BALIPOST.com – Pemprov Bali berencana merevisi Perda 16/2009 tentang RTRWP Bali. Salah satu usulannya mengubah Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dari 10 persen menjadi 40 persen. Usulan itu pun mendapat tanggapan akademisi A.A. Suryawan Wiranatha.
Katanya, rencana tersebut sama artinya merusak alam Bali. Ia pun mengajak semua pihak jangan hanya berpikir ekonomi tetapi secara holistik, terintegrasi bahwa alam ini harus dijaga untuk keselamatan, kesehatan kita semua.
Apa yang disampaikan Suryawan Wiranatha mendapat tanggapan Gubernur Bali Wayan Koster. Ditemui di Wiswasabha Utama Kantor Gubernur Bali, Kamis (13/12), Gubernur mengatakan, perubahan itu masih sebatas usulan. Oleh karenanya silakan dirundingkan, tetapi harus dengan pengetahuan. Jangan dengan perasaan. “Rundingkan deh, tapi harus dengan pengetahuan. Jangan dengan perasaan,” ujar Gubernur.
Koster juga mempersilakan DPRD Bali mengundang para pakar untuk merundingkan apa yang terbaik bagi Bali terkait materi revisi Perda No.16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali itu. Khusus mengenai KDB di Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), Koster tak menampik memang menawarkan maksimal 40 persen dari sebelumnya 10 persen.
Pertimbangannya, Pemprov ingin menjadi lebih akomodatif. Dalam hal ini, mengakomodasi berbagai kepentingan dengan tetap melihat kapasitas ruang. “Kan tawaran, kan nanti namanya juga proses pembahasan ya… silakan di situ berunding,” imbuhnya.
Koster berpendapat, kekhawatiran KDB 40 persen di KDTWK akan merusak Bali dan membuat pulau ini kesulitan air, tidak sepenuhnya benar. Sebab, dirinya juga menghitung terkait hal itu.
Kalau semua orang berpikir untuk mendapatkan air dengan cara mengebor tanah, memang berbahaya bagi Bali. “Tapi kan kita punya cara sendiri nanti dengan sistem pengelolaan air. Tidak lagi kita lebih banyak menggunakan air yang ngebor, tapi menggunakan air permukaan yang nanti kita kelola. Kan tidak masalah,” jelas mantan anggota DPR-RI ini.
Koster memastikan, penggunaan air bawah tanah ke depan akan terus dikurangi. Terlebih, sumber mata air terbilang mencukupi, hanya tinggal mengangkat dan mendistribusikannya.
Sedangkan mengenai kekhawatiran bencana dengan berkurangnya ruang terbuka atau daerah konservasi, pihaknya mengaku sudah memiliki metode tersendiri. Mengingat, ilmu pengetahuan juga terus berkembang. “Jadi memahaminya itu juga jangan dengan cara yang statis, harus dengan dinamika, yang penting kan bisa terantisipasi dengan baik. Menurut saya. Tapi, apa yang diwacanakan itu soal ada ketinggian segala macam, atau KDB mau diturunkan menjadi 20 persen dari 40 persen, itu diskusikan saja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana A.A. Suryawan Wiranatha mengatakan, mengubah KDB dari 10 persen menjadi 40 persen sama artinya merusak alam Bali. Sebab, para ahli yang dulu menetapkan KDB 10 persen sudah dengan berbagai pertimbangan.
Untuk itu dalam mengelola ruang di Bali, jangan hanya berpikiran ekonomi. Harus berpikiran secara holistik, terintegrasi bahwa alam ini harus dijaga untuk keselamatan, kesehatan kita semua.
Ia yang juga Ketua Paiketan Krama Bali bahkan menegaskan, dengan KDB hingga 40 persen, Bali akan kesulitan air yang saat ini saja bahkan sudah terjadi. Tentu ini sebagai imbas berkurangnya hutan atau ruang terbuka hijau yang merupakan penyedia air tanah. (Rindra Devita/balipost)