Dengan munculnya kebijakan atau lebih tepat anjuran Gubernur kepada masyarakat (Hindu) Bali agar melakukan KB (Keluarga Berencana) dengan empat anak, di masyarakat muncul dua pandangan atau pemikiran. Jika KB Nasional dengan dua anak untungnya seperti ini dan ruginya seperti itu.
Begitu pula KB dengan empat anak, untungnya seperti ini dan kerugiannya seperti itu. Dengan memerhatikan dua pandangan yang seakan-akan bertentangan itu, saya sependapat dengan anjuran Gubernur dengan tiga alasan, pertama: melestarikan konsep Bali yang sudah turun-temurun berlaku yaitu empat anak yang ditandai dengan nama awal Wayan, Made/Nengah, Nyoman/Komang, dan Ketut. Kedua, apabila dengan dua anak lalu kedua anak itu berada di luar daerah (kuliah atau bekerja), maka yang tinggal hanya ayah dan ibu bagaikan pengantin baru.
Ini sangat riskan jika terjadi sesuatu seumpama sakit atau keadaan emergency, dan ketiga, dengan hanya dua anak penduduk Bali akan stagnan apalagi didesak-desak agar warga Bali berminat untuk bertransmigrasi.
Sementara warga Bali bertransmigrasi, penduduk luar Bali terus ‘’menyerbu’’ masuk Bali, bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi kelak di kemudian hari. Satu lagi, untuk lebih menguatkan dan memantapkan anjuran Gubernur tersebut sangat elegan jika hal itu diatur ke dalam bentuk perda (peraturan daerah).
Romi Sudhita
Jl. Srikandi, Singaraja