Terdakwa paman menghamili keponakan ketika akan disidangkan di PN Negara. (BP/kmb) 

NEGARA, BALIPOST.com – Sidang putusan kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur dan merupakan keponakan sendiri digelar di PN Negara, Kamis (20/12).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fakhrudin Said Ngaji.

Terdakwa Komang Sastika (37) asal Asah Duren Kecamatan Pekutatan menjadi terdakwa  dalam kasus persetubuhan anak di bawah umur. Ia ganjar hukuman 7 tahun penjara dengan denda Rp 60 juta subsidier 3 bulan penjara. Putusan Hakim Fakhrudin ini lebih rendah tiga tahun dibanding, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ketua Majelis Hakim, Fakhrudin Said Ngaji, menyebut terdakwa terbukti bersalah, melakukan perbuatan pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Sesuai dengan Pasal 81 ayat (1) UU RI No.35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut umum.
Kasipidum Kejari Negara, I Gede Wiraguna Wiradarma sebagai jaksa penuntut mengatakan masih pikir-pikir akan putusan Majelis Hakim. Hanya saja, putusan masih cukup pantas diberikan kepada terdakwa.

Baca juga:  Sambangi Klungkung, PBNU Apresiasi Program TOSS

Pihaknya juga melakukan penuntutan sesuai dengan pertimbangan perbuatan terdakwa. Terdakwa melanggar pasal 81 tentang perlindungan anak. Korban juga merupakan keponakannya sendiri, sampai hamil dan memiliki anak.

Wiraguna menyebut, hal yang membuat berat tuntutan JPU terhadap terdakwa, adalah korban masih sanak saudara. Dikatakannya ancaman minimalnya 5 tahun memang berat.  Karena memang selain menyetubuhi, juga karena masih sanak saudara. “Putusan 7 tahun kami kira sudah cukup pantas,” jelasnya.

Baca juga:  Usai Belajar Kelompok, Siswi SMA Dicabuli Driver Ojol

Suastika juga menerima putusan tersebut. “Saya menerima putusan ketua,” akunya.

Diberitakan sebelumnya, kasus persetubuhan oleh paman terhadap ponakannya ini, sudah hampir setahun terbengkalai. Ada tarik ulur antara jaksa dan polisi. Terutama jaksa menuntut polisi menyediakan unsur bujuk rayu. Polisi bersikukuh  bahwa dalam kasus perlindungan anak, unsur bujuk rayu atau suka sama suka harus dikesampingkan. Korban adalah anak dan tersangka adalah orang dewasa yang sudah cakap dalam usia. Kasus ini pun molor hingga sembilan bulan lamanya.

Baca juga:  Masuknya Ayam Karkas ke Bali Tanpa Rekomendasi Dinas PKH

Kasus ini mendapat perhatian serius Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali dan Komisi Nasional Perlindungan Anak. Mereka geram dan meminta berkas perkara paman menghamili ponakan  segera ada penahanan oleh pihak Kepolisian.
Kemudian kasus tersebut akhirnya dilanjutkan. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *