DENPASAR, BALIPOST.com – Siapa sangka wanita paruh baya Ni Wayan Badengwati (57) adalah sosok mantan juara dunia silat. Badengwati rajin membantu panitia tiap kali penyelenggaraan kejuaraan silat yang dihelat PSPS Bakti Negara.
Ibu empat anak ini, bertugas menata matras, sekaligus membagi dan mengambil kertas hasil penilaian wasit juri. “Saya suka punya kesibukan ikut terlibat kepantiaan kejuaraan silat,” tutur wanita asal Desa Babakan, Manggis, Karangsem ini.
Badengwati sejak kecil merantau ke Denpasar menjadi pembantu rumah tangga, di Tapakgangsul. “Saya bertugas mengasuh anak kecil dan menjaga warung es,” kenangnya.
Selanjutnya, Badengwati bekerja sebagai tukang suun barang di Pasar Badung. Ia bertemu dengan pekerja angkat barang di Pasar Badung yang juga asal Karangasem Nengah Uncegan. “Nengah Uncegan inilah yang melatih silat. Saya pertama kali berlatih di Gemeh,” jelasnya.
Badengwati bangga bisa bertarung ke Jakarta, pada Kejurnas Silat dan meraih perunggu. Badengwati juga juara Pra PON, bahkan mendulang emas pada PON di Jakata (1980). “Uang TC PON sehari Rp 1.000, dan dua pekan sekali, saya pakai menonton film laga atau bela diri di bioskop, tiket masuknya Rp 1.000,” kata dia.
Berkat emas PON, dia pun terpilih masuk skuad timnas dan kembali menyabet emas pada kejuaraan dunia, di Jakarta (1982). Ia menceritakan bonus emas PON Rp 300 ribu, sedangkan bonus PON sekarang ratusan juta rupiah, bahkan emas Asian Games mencapai Rp 1,5 miliar, plus PNS. “Terus terang saya iri melihat besarnya bonus atlet saat ini,” ucapnya.
Gelar juara dunia sudah direngkuhnya, Badengwati tetap jadi tuan suun. Tak seperti atlet sekarang yang terangkat kehidupannya dari miskin menjadi sejahtera dan makmur.
Kehidupan Badengwati makin luntang lantung, sampai ia numpang di rumah kakaknya. Kini, Badengwati praktis tak bisa bekerja gara-gara terjatuh ketika memasang lampu pada kejuaraan silat di GOR Tembau. “Kaki kanan saya cedera berat, saya disuruh operasi, tetapi uang dari mana?” tanya dia. (Daniel Fajry/balipost)