Ilustrasi. (BP/dok)

Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana

Prinsip-prinsip tentang good governance (tata kelola yang baik) untuk perguruan tinggi hampir sama dengan sistem yang diterapkan pada sebuah korporasi (perusahaan). Secara umum, prinsip-prinsip good governance seperti: transparansi, akuntabilitas, responsif, responsibility, independensi, dan keadilan.

Prinsip-prinsip tersebut haruslah diadopsi oleh setiap perguruan tinggi, yang kemudian disesuaikan dengan kondisi dan keberadaannya dalam suatu batasan wilayah daerah.  Untuk terwujudnya semua itu, haruslah didukung dengan seperangkat aturan, kebebasan otonomi akademik, budaya organisasi yang baik, adanya visi, dimilikinya strategi, team leadership yang unggul, adanya transfer teknologi, dan output riset yang mumpuni.

Namun, di dalam ketersediaan – sumber daya perlu memerhatikan anggaran sumber daya, pendapatan, biaya pendidikan, dan hibah penelitian. Selain itu, pihak perguruan tinggi juga harus berkonsentrasi pada bakat (kepandaian) yang membutuhkan peneliti berkualifikasi sebagai seorang pengajar, memikirkan lulusan, dan menghasilkan riset yang unggul. Dengan adanya tata kelola yang baik, maka dalam suatu institusi perguruan tinggi menghasilkan kinerja (performance) dan kesesuaian (conformance). Kinerja tersebut diharapkan bisa menciptakan nilai (value creation) dan kemanfaatan sumber daya (resources utilization), serta adanya kesesuaian (conformance) akan ada akuntabilitas (accountability) dan penjaminan (assurance).

Baca juga:  PemenKopUKM Untuk Tingkatkan Tata Kelola Bisnis Koperasi

Prinsip good governance tentang transparansi, mengandung pengertian bahwa suatu institusi perguruan tinggi dalam pengambilan keputusan dan pengimplementasian keputusan haruslah terbuka. Prinsip transparansi ini bisa berkaitan dengan kebijakan hukum dan peraturan, penggunaan sumber daya keuangan dan nonkeuangan, dan sistem pelaporan dengan menggunakan berbagai media yang bisa dijangkau oleh semua stakeholder.

Sebagai misal bentuk transparansi bisa dilihat dari sisi pembuatan keputusan pimpinan, penerimaan mahasiswa baru, perekrutan dosen dan tenaga kependidikan (karyawan administrartif dan laboran), dan penerimaan serta penggunaan sumber pendanaan (keuangan) perguruan tinggi harus bisa diakses oleh masyarakat secara umum.

Prinsip akuntabilitas lebih cenderung kepada tanggung jawab suatu institusi terhadap aturan atau kebijakan yang telah diputuskan oleh suatu institusi. Pengertian ini lebih menekankan pada ketaatan segenap personal yang ada dalam suatu institusi perguruan tinggi (higher educations) dalam mematuhi dan menjalankan semua kebijakan dan aturan yang telah mengikat mereka di suatu institusi.

Cara yang dilakukan institusi untuk menjamin akuntanbilitas misalnya dengan menerapkan suatu Badan Audit Internal dan/atau Penjaminan Mutu. Dari sisi penjaminan sistem manajemen keuangan dan pelaporannya dimonitoring oleh Badan Audit Internal, sedangkan untuk akademik maka Penjamin Mutu selalu memantau untuk melakukan penjaminan kualitasnya.

Baca juga:  Desa-desa Kesepian

Resposibilitas merupakan prinsip yang mengandung pengertian bahwa suatu institusi harus menaati semua regulasi atau aturan dibuat dari pihak di luar institusi (eksternal). Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri, dan sebagainya. Oleh karena itu, perguruan tinggi dalam melaksanakan atau menjalankan kegiatannya tidak boleh melanggar peraturan yang telah dibuat oleh pihak-pihak eksternal tersebut.

Begitu pula perguruan tinggi perlu tanggap (responsive) untuk mengadaptasi perubahan lingkungan. Artinya bahwa perguruan tinggi harus tanggap dengan semua keinginan stakeholder dan tanggap perubahan lingkungan yang sangat dinamis. Dengan demikian, setiap langkah kebijakan yang dibuat oleh institusi selalu memerhatikan keinginan stakeholder.

Sementara itu, prinsip independensi lebih dalam prinsip good university governance menekankan pada kemandirian oleh suatu instistusi dalam mengelola suatu perguruan tinggi. Prinsip ini yang memerlukan adanya otonomi perguruan tinggi. Otonomi perguruan tinggi di berbagai belahan dunia mengandung banyak persepsi dan penafsiran yang berbeda-beda.

Di sisi yang sama, dengan dilaksanakannya prinsip keadilan, diharapkan bisa memberikan nilai keadilan terhadap semua stakeholder yang ada. Prinsip keadilan mendorong kepada semua pihak yang berhubungan dengan suatu institusi perguruan tinggi harus bisa mendapatkan rasa adil, dan tidak ada perbedaan pelayanan ataupun fasilitas yang diperolehnya.

Baca juga:  Kampus Merdeka Tantangan Bagi Dosen

Prinsip otoritas, konsultasi, dan representasi menunjukkan bahwa suatu perguruan tinggi diharapkan mempunyai otoritas (wewenang) penuh yang bisa digunakan untuk membuat keputusan atau kebijakan. Untuk bisa membuat keputusan atau kebijakan diperlukan otoritas yang jelas tanpa adanya campur tangan dari pihak mana pun.

Oleh karena itu, sering kali prinsip otoritas memerlukan suatu otonomi di setiap perguruan tinggi. Di samping itu, perguruan tinggi juga dituntut menjadi suatu lembaga bagi stakeholder sebagai tempat konsultasi yang berkaitan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan harus bisa mempresentasi semua kepentingan yang diperlukan.

Dari semua item prinsip good university governance, saat ini mungkin sudah berjalan cukup baik di perguruan tinggi negeri (PTN), tapi tidak demikian dengan perguruan tinggi swasta (PTS) yang diselenggarakan oleh masyarakat. Kelemahannya terutama ada pada prinsip akuntabilitas dan transparansi yang masih perlu ditingkatkan. Artinya, PTS masih banyak lagi perlu berbenah untuk menuju good governance.

Penulis adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, kini sebagai Head of Institute of Quality Assurance & Accreditation Undiknas Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *