JAKARTA, BALIPOST.com -Kesatuan  Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai izin lokasi baru Teluk Benoa yang diberikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti membuka peluang baru bagi pelaksanaan Reklamasi Teluk Benoa. Termasuk membangkitkan ancaman tambang di perairan NTB yang disebut-sebut menjadi tempat material untuk pengurukan rencana reklamasi.

“Merujuk pada ketentuan reklamasi, Izin Lokasi menjadi dasar untuk dapat kembali mengulang analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL untuk mendapatkan Izin Lingkungan,” sebut Ketua Harian DPP KNTI, Marthin Hadiwinata dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (23/12).

Ia mengingatkan seharusnya izin lokasi yang diberikan harus menyesuaikan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah RZWP-3-K yang telah disahkan. “Penerbitan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan Menteri Susi jelas menyalahi aturan. Karena, proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi Bali masih berlangsung dan belum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah,” imbuhnya.

Padahal jika mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28/PERMEN-KP/2014 Tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 13 ayat 3 menyebutkan menteri memiliki kewenangan menolak dan tidak menerbitkan persetujuan terbitnya Izin Lokasi Reklamasi. Atas dasar itu, sebenarnya Menteri Susi Pudjiastuti dapat menggunakan dasar penolakan berupa tiadanya dasar lokasi kesesuaian reklamasi dengan RZWP3K karena hingga hari ini RZWP3K masih belum terbit (Pasal 11 ayat (3) Permen KP 28/2014) hingga hak masyarakat Bali dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Pasal 60 ayat (1) UU No. 1/2014).

Baca juga:  Sopir Truk Lakukan Rapid Test di Gilimanuk, Hasilnya Positif

Ditambah lagi, dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Bali Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), mayoritas masyarakat Bali secara tegas menolak reklamasi dan mengusulkan wilayah Teluk Benoa ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan. Marthin mengatakan tindakan menerbitkan Izin Lokasi oleh Menteri Susi Pudjiastuti jelas mencederai aspirasi besar dan perjuangan panjang masyarakat Bali dalam menolak rencana reklamasi di Teluk Benoa. “Serta tidak kalah penting membangkitkan kembali ancaman pertambangan pasir di perairan Selat Alas di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB),” tegasnya.

Baca juga:  Buka WCCE di Nusa Dua, Presiden Harap Ada Peta Jalan Akselerasi Ekonomi Global

Ia membayangkan kerusakan besar yang terjadi di perairan laut NTB apabila benar menjadi tempat untuk mengambil material urukan untuk rekkamasi. Sebab, area reklamasi yang luasnya mencapai 700 hektar dengan perkiraan kasar, jumlah material pasir urugan akan mencapai 443 juta merer kubik pasir urukan.

Jika Teluk Benoa ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan di dalam Ranperda RZWP-3-K Provinsi Bali, reklamasi secara mutlak tidak dapat dilakukan di wilayah tersebut. Aktivitas yang boleh dilakukan dalam wilayah konservasi hanya terbatas pada kegiatan penelitian, pemanfaatan untuk pelestarian laut dan perikanan berkelanjutan.

Kecuali, dalam forum konsultasi RZWP-3-K antara Pemprov Bali dan KKP terjadi manuver politik yang bertujuan untuk mengubah status alokasi ruang di Teluk Benoa menjadi Zona Pemanfaatan Umum.
Namun, dengan perpanjangan izin lokasi baru itu, menjadi sangat terang bahwa masukan dari masyarakat bali tentang penetapan Kawasan Konservasi Laut Teluk Benoa telah diabaikan dalam proses penyusunan RZWP-3-K tersebut.

Seperti mengulang kejadian pemberian izin lokasi pada 25 Agustus 2014. Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah pimpinan Sharif Cicip Sutarjo menerbitkan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang diberikan kepada PT. TWBI.

Baca juga:  Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Sumbang Inflasi Tertinggi

Padahal, izin lokasi reklamasi dinyatakan secara nyata telah tidak berlaku sejak tanggal 25 Agustus 2018 lalu. Ketidakberlakukan izin lokasi tersebut, berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Perpres No.122/2012 yang mengatur bahwa masa berlaku dari izin lokasi reklamasi adalah 2 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 2 tahun.

Ketua DPW KNTI Provinsi NTB Amin Abdullah menambahkan jumlah pasir urukan akan berdampak langsung kepada kegiatan perikanan nelayan tradisional di provinsi NTB. Perda nomor 12 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi NTB tahun 2017-2037 telah menetapkan adanya wilayah pertambangan pasir laut.

Amin mengatakan diduga keras, wilayah tambang pasir laut di perairan Lombok Timur akan menjadi sumber material bagi reklamasi Teluk Benoa apabila jadi dilaksanakan. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *