JAKARTA, BALIPOST.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan tsunami di kawasan pantai barat Provinsi Banten dan pantai selatan Provinsi Lampung bukan dipicu oleh gempa bumi (aktivitas tektonik) seperti pada umumnya tetapi dipicu oleh aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.
“Tidak ada gejala seismisitas tektonik yang memicu tsunami sehingga setelah tadi berkoordinasi dengan Badan Geologi bahwa diduga akibat erupsi tersebut, baik kemungkinan bisa langsung atau secara tidak langsung memicu terjadinya tsunami,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Kantor BMKG, Jakarta, Minggu (23/12).

Menurutnya, aktivitas vulkanik berupa erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau oleh Badan geologi pada alat sensor sekitar Sabtu malam (22 Desember 2018) pukul 21.03 WIB. Di saat bersamaan, kondisi gelombang di Selat Sunda pada 21-25 Desember 2018 juga sedang mengalami gelombang tinggi karena bulan purnama. “Gelombang pasang tinggi itulah yang membuat tsunami menjadi semakin besar hingga mencapai ke daratan,” terangnya.

Baca juga:  Sekjen dan Dirjen Kemensos Akui Terima Sepeda

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BKMG, Rahmat Triyono mengakui tsunami yang diakibatkan oleh aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau gelombangnya membesar karena dibarengi gelombang pasang tinggi yang ditandai dengan munculnya bulan purnama. “Walaupun tsunaminya hanya kecil, tetapi karena bersamaan ada gelombang tinggi membuat gelombang tsunami masuk hingga ke daratan karena memang kaitannya pada durasi. Daya gelombang tsunami meningkat karena bersamaan dengan gelombang pasang bulan purnama,” jelas Rahmat.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Bali Masih Tambah 3 Digit, Korban Jiwa Sudah 3 Hari Dilaporkan

Ia memastikan gelombang tsunami bukan diakibatkan oleh gempa bumi atau aktivitas tektonik tetapi karena aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau. Terkait kemungkinan terjadi tsunami susulan, Rahmat menjelaskan Badan Geologi masih terus memantau aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau. “Kita tunggu up date atas status Gunung Anak Krakatau apakah memang ada peningkatan. Kalau memang ada peningkatan tentu kita waspadai kalau memungkinkan terjadi tsunami lagi,” ujarnya.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Nasional di Atas 6.400

Rahmat mengaku pada tsunami di Banten dan di Lampung ini, tidak ada sistem early warning. Sebab, early warning yang dimiliki BMKG saat ini hanya early warning yang diakibatkan oleh aktivitas tektonik atau gempa bumi, bukan early warning vulkani atau erupsi gunung berapi.

Bukan hanya itu, alat pendeteksi tsunami yang diakibatkan gempa bumi pun saat ini banyak yang hilang dan tidak berfungsi. Hilangnya alat pendeteksi tsunami tersebut karena banyak terjaring jaring nelayan, abhakan ada yang hilang karena dicuri. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *