JAKARTA, BALIPOST.com – Meski dua peraturan menteri terdahulu telah dibatalkan Mahkamah Agung, Kemenhub kembali menerbitkan peraturan menteri untuk mengatur taksi online. PM 118 Tahun 2018 akan menggantikan PM 108 yang segera terbit berisi tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus.

“Pihak Kemenhub tetap mengutamakan keselamatan dengan menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM), penetapan batas tarif serta penerapan suspend,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Budi Setiyadi di Jakarta, Rabu (26/12).

Didampingi Direktur Angkutan dan Multimoda Ahmad Yani, Dirjen mengatakan, salah satu hal yang ditekankan adalah perihal suspend yang selama ini dikeluhkan oleh para pengemudi.

Baca juga:  Istri Kadiv Propam Polri Alami Depresi dan Gangguan Sulit Tidur

“Kemenhub sudah meminta aplikator untuk membagi suspend ke dalam beberapa kriteria yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Untuk suspend sedang, akun driver yang terkena suspend bisa dikembalikan lagi. Kalau termasuk kriteria berat harus dipertimbangkan, sementara kalau sudah sangat berat itu akan ada sanksi pidana. Hal ini akan dievaluasi oleh masing-masing aplikator,” jelas Yani.

Walaupun demikian, dalam perkembangannya, Dirjen Budi mengatakan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) tidak menaungi segala hal yang berkaitan dengan regulasi taksi online ini. Termasuk dalam pemberian payung hukum akan diberikan oleh presiden. Dirjen Budi mennyampaikan bahwa “Payung hukum kemungkinan akan langsung diturunkan dari presiden, namun beberapa kementerian seperti Kemenhub, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Kementerian UKM, serta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sudah berunding agar masing-masing dapat mempersiapkan PM,” paparnya.

Baca juga:  Ini, Dua Bandara Baru di Kalimantan yang Diresmikan Presiden Jokowi

Sementara itu, Dirjen Budi mengaku akan tetap mengikuti kaidah Mahkamah Agung (MA) karena itu keputusan tertinggi yang harus diakomodasi dan diharapkan peraturan menteri dapat mengikuti. “Terkait masalah tarif, aplikator tidak boleh melebihi batas yang ditetapkan oleh Kemenhuv, dengan batas bawah Rp 3.500 dan batas atas Rp 6.000. Di antara itu, skema penetapan tarif bisa ditetapkan oleh Gubernur, dan aplikator pun diharapkan dapat bekerja sama dan menetapkan harga sesuai dengan batas yang sudah ditetapkan supaya bisa memberikan kemudahan bagi pengemudi dan aplikator itu sendiri,” jelas Yani.

Baca juga:  Menhub Positif COVID-19, Presiden Tunjuk Luhut Panjaitan Jadi Ad Interim

Sementara itu, terkait Rancangan Peraturan Menteri (RPM) yang membahas mengenai ojek online (ojol) saat ini masih digarap oleh pihak Kemenhub. Yani juga menyampaikan bahwa “Pihak Kemenhub tetap tidak melegalkan ojol sebagai angkutan umum, tetapi hanya ingin menjaga keamanan di angkutan, karena dinilai sangat perlu diterapkan, mengingat penyumbang angka kecelakaan terbesar adalah sepeda motor dengan jumlah presentase sebesar 70%.” (Nikson/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *