AMLAPURA, BALIPOST.com – Sejak beberapa bulan terakhir, aktivitas vulkanik Gunung Agung terus mengalami penurunan. Gunung tertinggi di Bali itu juga tak pernah erupsi lagi.

Hanya sesekali terjadinya hembusan dengan intensitas tipis. Dan saat ini Gunung Agung berada di fase menuju titik equilibirium (seimbang).

Kepala Sub – Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Api Wilayah Timur, PVMBG, Devy Kamil Syahbana, Kamis (27/12) mengungkapkan, jika saat ini Gunung Agung berada pada fase menuju equilibirium atau (seimbang). Kata dia, sampai saat ini memang masih terekam sesekali gempa vulkanik.

Baca juga:  Ratusan Gram Narkoba Gagal Beredar

Itu menandakan bahwa potensi erupsi masih tetap ada. Hanya saja, intensitasnya kecil. “Potensi erupsi masih tetap ada. Radius bahaya masih sekitar 4 kilo dari puncak Gunung. Statusnya masih tetap siaga, belum ada penurunan status,” tegas Kamil Syahbana.

Devy menjelaskan, kalau Gunung Agung sejak akhir Juli hingga hari ini tak lagi mengalami erupsi. Penyebabnya karena kondisi geologi sekitar diantaranya gempa Lombok.

Setelah gempa, erupsi tidak ada sama sekali. Kata dia, jika gempa Lombok intensitasnya lumayan besar.

Kemungkinan gempa menganggu sistem di bawah permukaan gunung, sehingga gas vulkanik mampu ke luar ke permukaan dengan mudah lantaran diguncang gempa secara terus menerus dengan keras. “Erupsi terjadi akibat akumulasi gas. Sekarang gas sedang berakumulasi, karena digoyang gempa lombok gas jadi keluar berupa hembusan. Sehingga tidak terjadi erupsi. Jadi, kita masih menunggu waktu beberapa saat ke depan untuk memastikan jika Gunung Agung berada di fase menurun. Kalau sudah menurun status pasti diturunkan,”  tandasnya.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Muncul, Ratusan Penerbangan di Bandara Shenzhen Dibatalkan

Pria asal Jawa Barat itu menambahkan, saat ini volume magma di dalam perut Gunung Agung masih di bawah 1 juta meter kubik. volume magma sifatnya dinamis.

Sementara jumlah volume lava di permukaan kawah sekitar 25 juta meter kubik. “Alurah fruida ke permukaan masih ada. Karena sistem sudah terbuka,” tandasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, untuk kembali ke normal membutuhkan waktu sekitar satu tahun. “Untuk menuju stabilitas baru perlu waktu. Melihat sejarah, stabilitas baru Gunung Agung tak dicapai dengan cepat. Erupsi 1963, butuh waktu minimal setahun agar berhenti erupsi,” tegas Devy. (Eka Parananda/balipost)

Baca juga:  Dari Bali Tambah Puluhan Kematian COVID-19 hingga Kasus COVID-19 Aktif Lampaui 7.000 Orang
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *