SINGARAJA, BALIPOST.com – Kementrian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas PUPR Buleleng telah menuntaskan pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan milik warga Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada. Lahan seluas 10,9 hektar itu pun sekarang sudah menjadi aset pemerintah. Tuntasnya pembayaran ganti rugi itu, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) 8 mulai melaksanakan proyek pembangunan shortcut jalan baru batas kota Singaraja – Menguwitani di lokasi lima dan enam. Pelaksanaan proyek ini lebih dari 13 persen.
Pantauan di lapangan Minggu (30/12) kemarin, sejumlah alat berat mulai dikerahkan oleh pelaksana proyek. Alat berat ini mulai bekerja sejak 22 September 2018 lalu. Sejak diresmikannya pelaksanaan proyek ini, kontraktor mulai membuka badan jalan baru di atas tanah yang sudah dibebaskan.
Jenis pekerjaan lainnya adalah kontraktor mulai menggali tanah yang akan dijadikan pondasi tiang pancang jembatan di lokasi lima dan enam tepatnya di sebelah selatan Mosula, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BBPJN 8 Ketut Payun mengatakan, pelaksanaan proyek setelah pembabasan lahan tuntas telah berjalan sesuai perencanaan. Selain itu, pelaksanaan konstruksi ini setelah kontraktor menyelesaikan pembuatan desain pembangunan shortcut di lokasi lima dan enam. Sesuai desain, tahap awal kontraktor membuka badan jalan baru. Ini dilakukan dengan menggali tanah yang sudah dibebaskan sesuai titik koordinat yang sudah ditetapkan. Selama pembukaan badan jalan baru ini, pihak kontraktor belum menemukan hambatan baik teknis atau non teknis.
Selain itu, di lokasi yang sama kontraktor mulai menggali tanah untuk pondasi tiang pancang jembatan. Penggalian pondasi ini juga untuk sementara tidak ada hambatan. Pelaksanaan tahap awal ini di nilai on progres.
“Untuk hambatan belum kami temukan dan pelaksanaan awal tetap pada perencanaan. Ini akan terus berproses, sehingga harapannya pengerjaan shortcut lima dan enam ini tuntas sesuai kontrak yang ditetapkan,” katanya.
Sementara itu, salah seorang pemilik tanah Sang Ketut Oka di lokasi proyek menuturkan, sejak pemerintah membayar ganti rugi terhadap tanah miliknya satu hektar lebih sudah sebagian digali untuk badan jalan baru. Sebelum alat berat mengeruk tanah yang berisi kopi arabika, bunga dan beberapa tanaman keras lain, dirinya sempat mengambil tanaman yang bisa dipanen. Itu seperti, kayu atau sebagian tanaman yang bisa dicabut dan kemudian ditanam kembali di sisa tanahnya yang tidak terkena jalur proyek.
“Sebelum mulai dikeruk, kami diperbolehkan mengambil tanaman yang bisa dipanen, tapi hanya tanaman keras aja yang bisa kita tebang. Kalau kopi yang kebetulan bakal buahnya masih berumur muda, sehingga tidak bisa dipanen, dan kami biarkan saja dikeruk untuk badan jalan,” katanya.
Meskipun sebagian tanah titipan orangtuanya itu sekarang menjadi badan jalan, namun Sang Ketut Oka tetap mendukung pemerintah yang membangun jalan baru untuk mengatasi kesenjangan pembangunan antara Bali Selatan dan Bali Utara.
Sisa tanah dan bangunan rumah yang ditempati bersama keluarganya itu nantinya persis berada di pinggir jalan. Kondisi ini membuatnya optimis kalau sisa tanahnya itu akan meningkat nilai jualnya karena lokasi di pinggir jalan shortcut.
Dia bersama anak-anaknya mulai memikirkan untuk membuka usaha kecil-kecilan, sehingga bisa memberikan penghasilan tambahan selain hasil kopi dan bunga pecah seribu. (mudiarta/balipost)