BANYUWANGI, BALIPOST.com – Buah naga organik produksi Banyuwangi ternyata digandrungi pasar luar negeri, dua diantaranya Cina dan Malaysia. Komoditi ini banyak dilirik lantaran memberi efek kesehatan.
Sayangnya, belum semua petani di Banyuwangi menerapkan pertanian organik. Sehingga, belum mampu menembus ekspor. Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Banyuwangi, Arief Setiawan mengatakan potensi pertanian buah naga di wilayahnya cukup bagus. Kualitas buahnya diakui pasar. Baik lokal maupun ekspor. Namun, penggunaan pertanian bebas kimia masih sulit diterapkan. “Pasar ekspor sangat terbuka. Kita sudah MoU dengan China dan Malaysia. Hanya, buah naga organik yang bisa masuk. Standarnya sangat ketat,” kata Arief, Minggu (1/1).
Menurut Arief, fenomena yang berkembang di kalangan petani, buah naga disemprot menggunakan obat khusus agar buahnya membesar. Padahal, kata dia, pasar ekspor tidak membutuhkan ukuran buah. Namun, kualitas organiknya. “Fenomenanya, buah naga pakai semprotan agar buahnya besar. Padahal, tidak bagus bagi kesehatan,” jelasnya.
Justru, katanya, buah naga berukuran sedang yang berpeluang diterima pasar internasional. Ekspor buah naga, lanjutnya, sudah digarap para petani organik di Kecamatan Sempu.
Total lahan buah naga di Banyuwangi, imbuh Arief mencapai 16.000 hektar. Tersebar di lima kecamatan di Banyuwangi selatan. Dari jumlah ini, luas lahan yang bisa panen sudah mencapai 2000 hingga 3000 hektar per tahun. Sisanya, masih tahap perawatan.
Pertanian buah naga, lanjutnya, tak hanya menghasilkan buah. Belakangan, para petani dengan membentuk kelompok membuka wisata agro petik buah naga. “Ini sangat mendongkrak penghasilan petani. Selain menjual buah, petani bisa mendapatkan keuntungan dari kunjungan wisatawan,” jelasnya.
Pihaknya akan terus mendorong petani naga untuk beralih ke organik. Sebab, akan membawa dampak yang bagus bagi kesehatan. Sebaliknya, penggunaan kimia untuk penggemukan buah naga berimbas pada kualitas buah. Bahkan, tak jarang harga anjlok lantaran kualitas buah yang tidak bagus. (Budi Wiriyanto/balipost)