Pelawatan saat dipersembahkan caru dan segehan agung sekaligus tari persembahan dari warga setempat. (BP/gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Masyarakat Banjar Sampalan, Desa Pakraman Dalem Setra Batununggul, Kecamatan Nusa Penida, kembali menggelar ritual ngadegang, Rabu (2/1). Masyarakat setempat melestarikan pelaksanaannya sebagai wujud upaya menjaga keseimbangan alam. Agar, antara buana agung dan buana alit tetap terjalin harmonis, sehingga dijauhkan dari segala bentuk bencana.

Ritual ini setiap tahun digelar empat hari sebelum Purnama Kapitu. Ngadegang, diawali dengan upacara melasti di segara setempat. Seluruh pelawatan, seperti Pelawatan Barong Bangkal dan yang lainnya, disucikan disana, diusung oleh krama banjar setempat. Ada juga pelawatan yang dipundut dari Pura Gunung Hyang.  “Keharmonisan manusia dan alam, hanya bisa diwujudkan melalui ritual,” kata salah satu pemangku setempat, Mangku Dewa Made Beneng Alit.

Baca juga:  Pemprov Bali Keluarkan SE Biaya Rapid Test Mandiri Maksimal 150 Ribu

Usai melasti di segara setempat, seluruh pelawatan dipundut lagi menuju perempatan desa setempat. Disana pelawatan dihaturkan caru siap selem, lengkap dengan segehan agung. Pelaksanaan ritual ini, cukup membuat krodit situasi sekitar, sehingga para pecalang mampu bekerja sama dengan baik, mengatur warga sekitar dan kendaraan. Klian Banjar Sampalan, I Dewa Made Sudiatmika menegaskan perlengkapan upacara dan segala persiapan memang dilakukan secara goyong royong oleh krama setempat. Sehingga, seluruh warga nampak terlibat dalam pelaksanaan upacara.

Baca juga:  Terwujud, Cita-Cita Gubernur Koster Melayani Masyarakat dan Umat Hindu Menyeberang ke Nusa Penida

Sementara Bendesa Desa Pakraman Dalem Setra Batununggul, I Dewa Ketut Tayanegara, menambahkan pelaksanaan ritual ini sebagai wujud syukur atas karunia yang sudah diberikan oleh alam. Pelaksanaan ngadegang, menurutnya sebagai upaya ngadeg atau menghadirkan  Ida Batara melalui kehadiran pelawatan tersebut. Kehadiran Ida Batara di tengah warga, ditandai dengan turunnya hujan,  agar jagat landuh, teduh dan selalu dalam kerahayuan. Sehingga, tercipta kedamaian masyarakat setempat.

Wujud syukur warga pun tidak hanya diwujudkan dalam bentuk ritual, tetapi juga dalam wujud kebersamaan. Sebab, usai pelaksanaan ngadegang, dilanjutman dengan pelaksanaan nyadegang atau umumnya dikenal dengan tradisi magibung. Sebagaimana makna magibung, nyadegang juga bermakna sebagai wujud syukur dan membangun kebersamaan di antara warga sekitar. Selain saat ngadegang, tradisi ini juga biasa digelar oleh warga setempat saat acara adat lainnya, seperti palebon, pawiwahan, otonan dan lainnya.

Baca juga:  Semua Awig-awig dan Perarem akan Diregistrasi

Usai pelaksanaan ngadegang, pelawatan Ida Batara, dikatakan nyejer selama sebelas hari. Tayanegara, berharap melalui pelaksanaan ritual ini, warga dapat hidup dengan tenang dan damai. (bagiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *