Terdakwa Korupsi Tahura, Wayan Sumadi menjalani persidangan. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Terdakwa kasus dugaan korupsi pensertifikatan lahan Tanah Hutan Rakyat (Tahura) di Lingkungan Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Wayan Sumadi (58), Rabu (2/1) dituntut pidana penjara selama satu tahun enam bulan (1,5). Saat sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, JPU Wayan Suardi dalam surat tuntutannya menyatakan bahwa terdakwa Wayan Sumadi terbukti bersalah melanggar Pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999, Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.

Dalam perkara ini, terdakwa Sumadi dinyatakan korupsi Tahura secara bersama-sama dengan Wayan Rubah dan I Gede Putu Wibawajaya (almarhum). Yakni dengan telah turut serta memberikan hadiah atau janji pada pegawai negeri mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan, atau kedudukan, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukannya.
Selain dituntut selama 1,5 tahun penjara, terdakwa juga didenda Rp 50 juta, subsider enam bulan kurungan.

Baca juga:  Pacar Korban Aborsi Ditetapkan Sebagai Tersangka

Atas tuntutan itu, terdakwa didampingi kuasa hukumnya Gusti Agung Ngurah Agung bakal mengajukan pembelaaan dalam sidang berikutnya.
Sebelumnya dalam dakwaan, disampaikan bahwa dalam perkara ini, terdakwa Sumadi adalah orang yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan baik secara sendiri, maupun bersama-sama dengan Wayan Rubah (terdakwa dalam berkas dan penuntutan terpisah), I Gede Putu Wibawajaya (almarhum) dan Drs. Nyoman Artana selaku Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Badung.

Baca juga:  Menakar Efektivitas Dana Desa

Perbuatan tersebut dilakukan sekitar 16 Juni 2014 sampai tahun 2016. Dalam dakwaan jaksa, disebut bahwa terdakwa secara melawan hukum melakukan pensertifikatan tanah terhadap tanah Tahura di lingkungan Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung. “Terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara melalui hasil penjualan tanah Tahura seharga Rp 4.860.000.000., baik dari pembeli pertama Nengah Yarta maupun pembeli kedua Wayan Luntra,” tandas jaksa kala itu.

Baca juga:  Brida Bali Diharapkan Mampu Ciptakan Ekosistem dan Fasilitas Riset

Masih kata jaksa, modus yang dilakukan terdakwa adalah ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura dengan menggunakan jasa pengurusan tanah almarhum Gede Wibawajaya. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *