DENPASAR, BALIPOST.com – Sehari pascadituntut pidana selama satu tahun enam bulan (1,5), terdakwa kasus dugaan korupsi pensertifikatan lahan Tanah Hutan Rakyat (Tahura) di Lingkungan Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Wayan Sumadi (58), Kamis (3/1) dihukum pidana penjara selama satu tahun penjara. Selain itu, majelis hakim pimpinan Angeliky Handajani Day juga menghukum terdakwa dengan pidana denda Rp 50 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan.
Sebelum masuk pada amar putusan, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal, termasuk soal pembuktian. Karena sebelumnya terdakwa kasus tanah tahura itu dijerat lima pasal sekaligus. Namun majelis hakim menyatakan Pasal 2, 3 dan 5 UU Tipikor, baik subsider maupun primer tidak terbukti.
Majelis hakim Angeliky Handajani Day dengan hakim anggota Esthar Oktavi dan Nurbaya Lumban Gaol, menyatakan terdakwa terbukti bersalah dalam dakwaan lebih lebih lebih subsider, yakni terdakwa Wayan Sumadi terbukti bersalah melanggar Pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999, Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Mendengar putusan tersebut, terdakwa melalui kuasa hukumnya Gusti Agung Ngurah Agung langsung menyatakan menerima. Begitu juga dengan pihak JPU.
Namun sebelum ketok palu, Gusti Agung Ngurah Agung dalam pledoinya sempat minta supaya Sumadi dibebaskan dari segala tuntutan jaksa karena dia tidak tahu bahwa tanah yang disertifikatkan adalah tanah tahura milik Dinas Kehutanan. Namun demikian, pledoi itu juga ditolak JPU Agus Suraharta mendampingi Wayan Suardi dan menyatakan tetap pada tuntutan.
Dalam perkara ini, terdakwa Sumadi dinyatakan korupsi Tahura secara bersama-sama dengan Wayan Rubah dan I Gede Putu Wibawajaya (almarhum). Yakni dengan telah turut serta memberikan hadiah atau janji pada pegawai negeri mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan, atau kedudukan, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukannya. Terdakwa kemudian oleh jaksa dituntut selama 1,5 tahun penjara, terdakwa juga didenda Rp 50 juta, subsider enam bulan kurungan.
Sebelumnya dalam dakwaan, Sumadi adalah orang yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan baik secara sendiri, maupun bersama-sama dengan Wayan Rubah (terdakwa dalam berkas dan penuntutan terpisah), I Gede Putu Wibawajaya (almarhum) dan Drs. Nyoman Artana selaku Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Badung. Perbuatan tersebut dilakukan sekitar 16 Juni 2014 sampai tahun 2016.
Dalam dakwaan jaksa, disebut bahwa terdakwa secara melawan hukum melakukan pensertifikatan tanah terhadap tanah Tahura di lingkungan Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung. “Terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara melalui hasil penjualan tanah Tahura seharga Rp 4.860.000.000., baik dari pembeli pertama Nengah Yarta maupun pembeli kedua Wayan Luntra,” tandas jaksa kala itu.
Masih kata jaksa, modus yang dilakukan terdakwa adalah ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura dengan menggunakan jasa pengurusan tanah almarhum Gede Wibawajaya. (Miasa/balipost)